Disaat tonggak itu akan dipasang, masyarakat juga tidak bisa mengangkat kayu tersebut. Lalu Inyiak Syekh Maulana Ibrahim dipanggil kembali untuk membantu mengangkat kayu tunggak tuo itu.
“Syekh Maulana Ibrahim menumpukan tumit ke kayu, setelah itu baru masyarakat bisa memasangkan tunggak tuo masjid tersebut,” ujarnya.
Selain sarat cerita spiritual, masyarakat setempat juga memperoleh pengalaman, bahwa dari dulu sampai tahun 80-an kalau ada masyarakat yang berkata kata tidak pantas di dalam masjid, di malam harinya akan terdengar suara gemuruh seperti seseorang sedang marah dari dalam masjid.
Ditambahkan Maizul Amri, pada tahun 1920 atap Masjid Nurul Hikmah Sipisang ditukar menggunakan seng oleh masyarakat setempat.
Dikatakan, kondisi masjid saat ini masih baik dan tetap digunakan oleh masyarakat sebagai tempat ritual keagamaan.
“Selain itu di masjid ini juga dijadikan tempat pembinaan generasi muda, tempat bermusyawarah, tempat do’a syukuran setelah panen padi, sedangkan untuk shalat Jum’at, shalat lima waktu, shalat tarawih dan shalat hari raya dilakukan di masjid baru yang dibangun bersebelahan dengan masjid ini,” terangnya.
Disebutkan, sejarah Masjid Nurul Hikmah Sipisang dicatat dengan rapi oleh pengurus masjid tertanggal 9 Desember 2004.
Saat itu, pengurus masjid diketuai Rizwan, S.Pd , sekretaris Aguswandi, Wali Jorong Sipisang Inyiak Eriman Dt. Bagindo.
“Sebagai rujukan pengurus catatan atau berita dari Inyiak Tk Basa Tuo ketika itu berumur 84 tahun, Inyiak Tk Basa Jalelo atau Inyiak Imam masjid Nurul Hikmah Sipisang berumur 62 , Inyiak Rasidin Tuanku Mudo berumur 58 tahun, dan tokoh-tokoh masyarakat Sipisang dalam salinan ke 1 tahun 1969,” sebutnya. (pry)













