JAKARTA, METRO–Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya menyoroti sejumlah persoalan di institusi Polri yang dinilai membuat kinerjanya mengalami penurunan. Menurutnya, terdapat tiga persoalan utama yang harus dibenahi.
“Catatan KontraS serta Koalisi Reformasi Polri ada tiga masalah fundamental di institusi Polri. Pertama, problem struktural tidak kompatibel,” kata Dimas dalam diskusi bertajuk ‘Pandangan Publik Terhadap Wacana Reposisi Polri’ di Jakarta Pusat.
Persoalan fundamental kedua, masalah kultural masih melekat dengan budaya militer atau budaya kekerasan. Menurut dia, Polri hari-hari ini menjadi lembaga koersif, watak kekerasan dan hal tersebut yang dirasakan oleh publik. Saat ini, publik merasa tidak bebas, merasa takut untuk bersuara di ruang publik.
“Ketiga, profesionalisme, yakni sudah jauh dari cita-cita polisi yang profesional. Hari ini Polisi menjadi mesin politik, menjadi alat politik, menjadi perpanjangan tangan kekuasaan,” ujar Dimas.
Sepanjang 2024, lanjut Dimas, banyak kejadian yang melibatkan Polri, seperti kasus pemerasan terhadap tersangka atau terdakwa. Menurutnya, hal tersebut merupakan masalah integritas yang dipertaruhkan pada lembaga kepolisian.
“Karena itu, reposisi merupakan wacana yang tidak bisa dihindarkan, karena publik merasa kecewa dengan kinerja Polri. Dengan demikian, kita perlu mendorong agar reposisi perlu ini dapat terwujud, karena kita berharap ada pembenahan dan perubahan secara serius terhadap kinerja Polri,” urai Dimas.
Sementara, Majelis Etik dan Pertimbangan AJI Indonesia, Sasmito Madrim, menyatakan tingkat kepercayaan publik terhadap institusi Polri cukup rendah, karena berdasarkan temuan survei Civil Society for Police Watch yakni 44 persen publik tidak percaya dengan kinerja Polri.
Komentar