“Utusan Daerah jatuh lebih strategis dan signifikan ketika ikut ambil bagian di dalam merumuskan GBHN, daripada kedudukan dan kewenangan yang dimiliki DPD sekarang yang nyaris tidak jelas kinerjanya,” tegas Prof Gde.
Selanjutnya Pasal 6 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa ‘Presiden ialah orang Indonesia asli’. Menurut Prof Gde, ketentuan ini mengandung prinsip Equality before the law and goverment.
Meskipun segala warga negara memiliki hak yang sama untuk dipilih dan memilih Presiden, namun tidak semua warga negara memenuhi persyaratan untuk dipilih menduduki jabatan Presiden. Terutama jika yang bersangkutan bukan orang Indonesia asli.
Dalam kesempatan yang sama, akademisi Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi mengatakan, pasca perubahan rumusan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 oleh MPR RI, kini tidak lagi menempatkan MPR sebagai pelaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat.
“Rakyat sudah merasakan implikasi dari perubahan tersebut, terutama tidak terkontrolnya keputusan politik kenegaraan,” papar Rullyandi.
Ia menekankan, tidak terkontrolnya keputusan politik kenegaraan dimaksud, kata Rullyandi, terlihat dari keputusan yang seharusnya berorientasi pada keadilan sosial dan kepentingan umum. Belakangan menjadi lebih mengedepankan pada asas permusyawaratan.
“Realitasnya justru lebih mengara pada praktek demokrasi yang liberal dan pragmatisme politik, praktek-praktek yang sejatinya tidak sejalan dengan gagasan para pendiri negara,” pungkasnya. (jpg)
















