JAKARTA, METRO–Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap empat kasus impor ilegal dalam tiga bulan belakangan. Kasus itu mereka proses di tiga daerah berbeda. Yakni Jakarta, Jawa Barat (Jabar), dan Banten. Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf mengungkap hal itu kepada awak media pada Selasa (4/2).
Brigjen Helfi menyampaikan bahwa dari empat kasus tersebut, Dittipideksus Bareskrim Polri mendapati bahwa barang-barang impor ilegal itu setara dengan uang Rp 51,2 miliar. “Dan total nilai kerugian negara mencapai Rp 64.257.680.000,” terang dia. Dia pun mengungkap salah satu contoh barang yang diimpor secara ilegal atau diselundupkan berupa tali kawat baja.
Menurut Helfi, impor ilegal tali kawat baja itu dilakukan oleh PT Nobel Riggindo Samudra yang beralamat di Kabupaten Bekasi, Jabar. Dalam kasus tersebut, penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri menjadikan direktur utama perusahan tersebut berinisial RH sebagai tersangka. Dia menyampaikan bahwa perusahaan itu mengimpor kawat baja dari Korea Selatan (Korsel), Portugal, India, dan Singapura.
Tidak hanya itu, Helfi mengatakan, perusahaan yang dipimpin oleh RH membeli kawat besi dari beberapa perusahaan dalam negeri dengan mengganti nomor pos tarif atau kode Harmonized System (HS) pada dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Tujuannya untuk menghindari pendaftaran barang wajib SNI dan tidak melakukan pembayaran Bea Masuk, PPH, PPN dan DM.
“Nilai barangnya sebesar Rp 16,982 miliar dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 21,56 miliar,” kata Helfi.
Kasus kedua, kata jenderal bintang satu Polri, penyelundupan rokok di pergudangan penyimpanan rokok yang berada di Jalan Raya Jakarta Kilometer 5, Kampung Parung, Serang, Banten. Penyidik menyita barang bukti sebanyak 511.648 batang rokok. Modus penyelundupan rokok tersebut adalah menempelkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai tidak sesuai dengan peruntukannya.
Komentar