100 Hari Prabowo-Gibran, Makan Bergizi Gratis Jadi Program Top Nomor Satu

PRESIDEN PRABOWO— 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, terdapat sejumlah program yang mendapat skor positif.

JAKARTA, METRO–100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, terdapat sejumlah program yang mendapat skor positif. Program Makan Bergizi Gratis, rehabilitasi dan renovasi sekolah, serta swasembada pangan, terpilih menjadi top 3 Program Prabowo-Gibran meraih skor paling tinggi.

Sementara wacana Pilkada akan dipilih oleh DPRD menjadi top 1 isu yang skor negatifnya paling buruk. Dalam riset terbaru 100 hari Pemerintahan Pra­bowo-Gi­bran, LSI Den­ny JA me­ng­iden­tifi­ka­si top 9 pro­gram positif dan top 3 program negatif.

“Dari 9 program positif, Ma­­kan Bergizi Gratis meraih skor ter­tinggi, yakni 8,4. Pro­gram ini me­nem­­pati pe­ring­kat per­tama karena dam­­­paknya yang lang­­sung ter­hadap pe­­ngu­rangan stun­­ting dan pe­­­ning­katan ke­sehatan ma­sya­rakat, men­dukung kualitas ge­nerasi mendatang,” kata Peneliti LSI Denny JA Ardian Sopa, Jumat (24/1).

Efek program ini, lanjut dia, juga terasa pada perekonomian melalui peningkatan permintaan pangan lokal. Ini juga simbol pemerintahan bero­rient­asi pada kebutuhan dasar ma­nusia.

Kedua, rehabilitasi dan renovasi sekolah dengan skor 8,0. Program ini memperbaiki infrastruktur pendidikan, mengurangi kesenjangan akses antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta meningkatkan kualitas belajar.

Ketiga, swasembada pangan de­ngan skor 7,8. Fokus pada pengurangan impor pangan, peningkatan ketahanan pangan, dan dukungan terhadap petani lokal menjadikan program ini sangat strategis. Program ini adalah peng­hormatan bagi petani yang telah lama menjadi tulang punggung bangsa.

Keempat, peningkatan kese­jah­teraan guru dengan skor 7,8. Dengan me­ningkatkan kesejahteraan guru, pemerintah memperkuat motivasi dan kualitas pendidikan, menunjukkan ko­mitmen serius pada sektor pen­didikan.

Kelima, kenaikan upah minimum nasional dengan skor 7,8. Peningkatan daya beli masyarakat dan stabilitas sosial menjadikan program ini relevan secara ekonomi dan sosial. Ini men­dong­krak daya beli, roda perekonomian berputar lebih cepat, menciptakan efek domino positif pada sektor per­da­gangan dan jasa.

Keenam, keanggotaan Indonesia dalam BRICS denhan skor 7,8. Program ini memperkuat posisi diplomasi eko­nomi Indonesia, membuka peluang investasi global, dan mendukung agen­da reformasi sistem keuangan inter­nasional.

Ketujuh, program transisi ener­gi hijau de­ngan skor 7,7. Mes­kipun dam­pak­nya belum ter­lihat langsung, pro­­gram ini men­dukung keberlan­ju­tan global, men­ciptakan lapangan kerja, dan mengu­rangi emisi kar­bon.

Kedelapan, pem­be­ran­tasan judi online dengan skor 7,3. Judi on­line adalah salah satu an­caman so­sial yang merusak fondasi moral masyarakat. Dengan mem­beran­tas­nya, pemerintah ti­dak hanya me­lin­dungi ma­sya­­rakat dari dampak finan­sial negatif, te­tapi juga men­ciptakan ruang digital yang lebih aman.

Kesembilan, penurunan harga tiket transportasi publik dengan skor 7,2. Program ini memberikan manfaat langsung dengan meningkatkan aksesibilitas dan mengurangi beban biaya transportasi masyarakat.

Sementara itu, ada 3 wacana dan program negatif Prabowo-Gibran. Pertama, usulan pemilihan kepala daerah oleh DPRD dengan skor minus 7,9. Kebijakan ini mendapat kritik tajam karena melemahkan partisipasi langsung masyarakat, meningkatkan risiko korupsi, dan menimbulkan resistensi publik.

Kedua, pembentukan kabinet jumbo dengan skor minus 6,8. Kabinet yang terlalu besar dianggap inefisien, membebani anggaran, serta memicu konflik kepentingan jika didasarkan pada hutang budi politik semata.

“Ini juga menimbulkan persepsi bahwa pengangkatan dilakukan lebih untuk membayar dukungan politik daripada memenuhi kebutuhan pemerintahan,” kata Ardian.

Ketiga, penghapusan piutang macet UMKM dengan skor minus 5,7. Kebijakan ini memicu moral hazard, mengurangi likuiditas lembaga keuangan, dan dinilai tidak adil bagi debitur yang patuh.

“Meskipun niatnya baik untuk membantu UMKM yang kesulitan, kebijakan ini dianggap tidak adil bagi pelaku usaha yang selama ini memenuhi kewajiban mereka meskipun menghadapi kesulitan,” papar Ardian Sopa. (jpg)

Exit mobile version