PADANG, METRO – Terjerat kasus pencabulan dan persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang juga masih satu sekolah, seorang pelajar kelas XII di Dharmasraya ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumbar. Bahkan, pelaku diketahui sudah menyetubuhi korban sebanyak 5 kali di bawah ancaman.
Aksi itu dilakukan pelaku berinisial AC (18) terhadap korban berinsial A (17) di area perkebunan sawit, jalan baru Kecamatan Pulau Punjung. Agar aksinya berjalan mulus, dan korban menuruti nafsunya, pelaku mengancam akan menyebarkan foto-foto maupun video syur korban yang sebelumnya dikirim kepada pelaku.
Dari hasil pemeriksaan, terungkap selama menjalin hubungan sejak 2016 silam, dan sebelum aksi pencabulan sekaligus persetubuhan itu terjadi, pelaku sering meminta foto-foto syur korban maupun melakukam video call bugil yang kemudian disimpan di HP pelaku. Itulah, yang menjadi alat pelaku untuk memperdaya korban.
Setelah ditangkap, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku sempat ditahan di Mapolda Sumbar. Namun, pelaku kemudian dipindahkan ke sel tahanan Polres Dharmasraya. Pasalnya, meskipun terjerat kasus pidana, pelaku tetap diberikan kesempatan untuk mengikuti ujian nasional (UN) dan setelah adanya permohonan pihak sekolah.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumbar, Kombes Pol Onny Trumurti Nugroho mengatakan pelaku yang masih bertatus pelajar ditangkap pada 21 Maret lalu di Dharmasraya, karena diduga melakukan pencabulan dan persetubuhan terhadap anak di bawah umur. Pelaku ditangkap, setelah pihak keluarga korban melaporkannya ke Mapolda Sumbar.
”Jadi, pelaku dengan korban ini satu sekolah tapi beda kelas. Pacaran sejak kelas X. Memang dari hasil pemeriksaan, pelaku melakukan pencabulan dan persetubuhan, ditemukan unsur pengancaman dan paksaan. Meskipun mereka menjalin hubungan pacaran,” kata Onny.
Onny menjelaskan aksi pencabulam itu berawal ketika pelaku meminta korban supaya mengirim foto-foto syur kepada korban. Mungkin karena penasaran, pelaku kemudian meminta korban merekam vidio tanpa pakain sehelai benang. Tidak cukup itu saja, pelaku mengajak korban vidio call dengan tidak berpakaian.
”Jadi awalnya kirim-kirim foto, video dan ajak video call. Sehingga birahi pelaku tidak dapat ditahan, lalu mengajak korban bersetubuh. Ajakan pelaku ditolak korban, tetapi pelaku mengancam akan menyebarkan foto-foto maupun video-video tersebut. Takut dengan ancaman itu, korban terpaksa mengikuti kemaun pelaku,” ungkap Onny.
Onny menambahkan, aksi pencabulan dan persetubuhan itu dilakukan oleh pelaku di dalam semak area perkebunan sawit. Pelaku melakukannya malam hari di tempat yang sama sebanyak 5 kali. Korban yang dalam keadaan tertekan dan terancam, terpaksa menuruti karena takut akan dikeluarkan dari sekolah kalau foto atau video syur nya tersebar.
”Jadi, pelaku itu kecanduan. Pelaku terus mengajak korban bersetubuh kembali, tapi korban sudah tidak tahan lagi menjadi pemuas nafsu pacarnya itu, dengan tegas menolak. Karena menolak, pelaku marah, dan memukul korban di sekolah sehingga ketahuan sama teman-teman korban. Setelah itu dilaporkan kepada guru, hingga akhirnya diketahui kalau korban telah disetubuhi,” ujar Onny.
Onny mengungkapkan pencabulan dan persetubuhan itu dilakukan sejak Oktober hingga akhir Desember 2018. Kasus ini dilaporkan pada Januari 2019. Terhadap korban sudah divisum, dan sekitar 5 saksi sudah diminta keterangan, termasuk saksi ahli. Hasil visum ditemukan ada luka robek pada organ vital korban.
”Untuk barang bukti berupa pakaian korban saat pertama kali kejadian, kemudian handphone pelaku yang sudah rusak. Kasus ini terus dikembangkan. Jadi video ataupun foto-foto itu sempat dikirimkan kepada guru korban, karena pelaku marah kepada korban. Tapi, tidak disebar, dan orang tua korban langsung melaporkannya kepad kita,” tutur Onny.
Terkait status sebagai pelaja yang akan mengikuti ujian akhir atau ujian nasional, Onny mengatakan pihaknya memang sudah memindahkan penahanan pelaku di Polres Dharmasraya, agar pelaku tetap menyelesaikan sekolahnya. Selain itu, pihak sekolah juga mengirimkan permohonan agar pelaku tetap diberikan kesempatan ikut ujian.
”Terhadap pelaku akan dijerat Pasal 81 junto pasal 76 D dan atau pasal 82 ayat 1 junto pasal 76 e Undang Undang nomor 17 tahun 2016 tentang peraturan pemerintah pengganti Undang Undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara,” tegas Onny. (rgr)













