MK Sarankan KPU Tak Gunakan Nomor Urut dalam Pilkada

ILUSTRASI— Gedung Mahkamah Konstitusi

JAKARTA, METRO–Mahkamah Konstitusi (MK) menya­rankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak menggunakan nomor urut pada Pilkada yang akan datang. Pasalnya, penggunaan nomor urut banyak menyebabkan masalah.

Mulanya, Hakim Saldi Isra menggelar sidang perselisihan atau sengketa Pilkada dengan nomor per­kara 223/PHPU.WAKO-XXIII/2025 di Jakarta Pusat, Jumat, 17 Januari 2025 terkait Pilkada Tangerang Selatan.

Kuasa hukum KPU Tan­gerang Selatan, Saleh me­ngaku pihaknya sebagai termohon digugat karena dugaan pelanggaran netralitas penyelenggara Pe­milu dengan mena­yangkan iklan satu jari di salah satu tayangan stasiun tv swasta.

Iklan tersebut, kata Sa­leh, tayang pada 21 November 2024 saat debat pasangan calon. Pada 22 November 2024, KPU Tan­gerang Selatan telah mela­kukan evaluasi dan meminta stasiun TV itu untuk menghapus iklan tersebut.

“Di tanggal 23 November, stasiun TV telah me­lakukan take down terha­dap iklan layanan ma­sya­rakat tersebut. Kemudian di tanggal 24 November 2024 menerima surat dari Bawaslu Kota Tangerang Selatan yang intinya meminta kepada kami termohon untuk melakukan perbaikan terhadap iklan laya­nan masyarakat, take down,” kata Saleh.

Setelah itu, Hakim Saldi mencontohkan gestur satu jari yang tayang pada iklan tersebut. Ia menyarankan KPU untuk tidak menggunakan nomor urut pada Pilkada.

Sebab, nomor urut ter­sebut bisa saja menjadi masalah ketika ada gestur jari yang muncul menjelas Pemilu.

“Ke depan, ini kalau paslon dua, tiga, nggak usah dikasih nomor lagi. Yang penting gambarnya dicoblos gitu. Ini soal angka ini, itu memang repot, karena kadang-kadang orang sudah kebiasaan begini (menunjuk satu jari), lalu tiba-tiba dianggap berpihak,” tutur Saldi.

Hakim Saldi juga meminta KPU memperhatikan kembali penggunaan nomor urut. Ia mengatakan penggunaan nomor urut dapat diatur ulang oleh DPR dan pemerintah da­lam revisi UU Pilkada.

“Ini bisa diperhatikan KPU. Kalau calonnya terbatas, ya nggak perlu juga pakai nomor urut seka­rang. Supaya kolomnya saja jelas, sudah berdasarkan kolomnya saja itu dihitung ke depan, supaya kita tidak bias soal angka-angka begini. Silakan biar didengar oleh KPU. Tapi UU-nya menyuruh ada angka, ya? Biar UU-nya diubah oleh pembentuk UU besok,” pungkasnya. (jpg)

 

Exit mobile version