Bawa Struk Belanja, Konsumen Bisa dapat Pengembalian Kelebihan Bayar PPN 12 Persen

BERI KETERANGAN— Dirjen Pajak Suryo Utomo (kanan) didampingi, Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal (kiri) memberikan keterangan saat Media Briefing tentang PMK 131 Tahun 2024 di kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (2/1).

JAKARTA, METRO–Direktorat Jenderal Pajak memastikan konsumen bisa mendapatkan pengembalian kelebihan pembayaran jika terlanjur terdampak PPN 12 persen untuk pembelian ba­rang dan jasa. Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan mekanisme pengembalian ke­le­bihan pembayaran itu bisa dila­kukan dengan skema business to consumers (B to C).

Suryo menyebut, konsu­men bisa meminta pengembalian kelebihan bayar itu ke tempat belanja terkait sambil membawa struk dan menyerahkannya ke toko.

’’Yang sudah terlanjur di­pu­ngut, ya kita kembalikan. Kami bersepakat dan beberapa hari lalu para pelaku juga sudah menyampaikan restitusi dilakukan oleh penjual yang memungut lebih PPN kepada konsu­men. Caranya seperti apa? Ini kan B to C, business to consumer. Jadi, mereka (pembeli) kem­bali dengan menyampaikan struk yang sudah dibawa selama ini,’’ ujarnya pada konferensi pers APBN KiTa, Senin (6/1)

Suryo menyebut, restitusi atau pengembalian diserahkan ke penjual karena DJP belum menerima setoran pajak dari para penjual itu. Sebab, pungutan pajak akan disetorkan pada akhir bulan berikutnya.

Dia menekankan penge­naan tarif PPN 12 persen hanya berlaku untuk kategori barang mewah. Suryo mengaku telah mendengar keluhan yang beredar terkait pungutan 12 persen di ritel. Menurutnya, transaksi itu utamanya berlangsung tepat pada awal 2025. Sebab, kepastian kenaikan PPN 12 persen kepada barang mewah baru diumumkan pada 31 Desember malam hari seperti yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto.

DJP, lanjutnya, telah menemui pengusaha terkait sistem penarikan PPN. Mulai dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) hingga Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) telah menyepakati kebijakan restitusi tersebut.

’’Untuk restitusi kita sepakat berikan waktu tiga bulan untuk penyesuaian sistem administrasi mereka (pengusaha). Karena dengan penggunaan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain otomatis sistem administrasi para pelaku juga mengalami perubahan, di samping juga ada situasi ada pajak sudah terlanjur dipu­ngut. Kami juga akan memberikan kemudahan untuk tidak menerapkan sanksi bila terjadi keterlambatan atau kesalahan dalam penerbitan faktur,’’ katanya. (jpg)

 

Exit mobile version