Tolak Gugatan Hapus Kolom Agama di KTP, MK: Karakter Bangsa Ketuhanan Yang Maha Esa

ILUSTRASI— KTP elektronik.

JAKARTA, METRO–Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan yang meminta agar kolom agama dihapus dari daftar kartu tanda penduduk (KTP) sebagaimana diatur dalam Pasal 61 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006. MK menolak permohonan uji materi atau judicial review (JR) yang dilayangkan oleh seorang warga bernama Ray­mond Kamil dan Indra Syahputra.

Keduanya memper­soal­­kan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk terkait biodata penduduk yang memuat keterangan agama dalam Kartu Keluarga (KK) maupun Kartu Tanda Penduduk (KTP).

“Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Jumat (3/1).

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, pembatasan kebebasan bagi warga negara Indonesia, di mana setiap warga negara harus menyatakan memeluk agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan keniscayaan sebagai­mana diharapkan oleh Pancasila dan diamanatkan oleh Konstitusi.

“Pembatasan yang de­mikian merupakan pembatasan yang proporsional dan tidak diterapkan secara opresif dan sewe­nang-we­nang,” ucap Arief Hidayat.

MK menilai, konstitusi negara membentuk karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama atau bangsa yang memiliki kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa.

Karena itu, dalam me­wujudkan karakter bangsa terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, terdapat norma dalam Undang-Undang Ad­ministrasi Kependudukan yang mewajibkan bagi setiap warga negara untuk menyebutkan atau men­daftarkan diri sebagai pemeluk agama atau penganut kepercayaan.

Mahkamah berpendapat, setiap warga negara hanya diwajibkan menyebutkan agama dan kepercayaannya untuk dicatat dan dibubuhkan dalam da­ta kependudukan, tanpa adanya kewajiban hukum lain.

“Tidak beragama atau tidak menganut keperca­yaan kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat dinilai sebagai kebebasan beragama atau kebebasan menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Ma­ha Esa,” ujar Arief.

Adapun, dua warga Ja­karta, Raymond Kamil dan Indra Syahputra mengajukan permohonan pengujian materi Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) terkait biodata penduduk yang memuat keterangan agama dalam Kartu Keluarga (KK) maupun Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Dalam petitumnya, pa­da pokoknya para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan pasal-pasal yang diuji tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Ta­hun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai secara positif dan negatif yaitu setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan bebas untuk tidak memeluk agama dan kepercayaan serta kebebasan untuk me­ngi­kuti atau tidak mengikuti pendidikan agama. (jpg)

Exit mobile version