PADANG, METRO–Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Kejati Sumbar) menghentikan pemeriksaan terkait dugaan korupsi pengadaan face shield di BPBD Sumbar saat terjadinya pandemi covid 19 pada tahun 2020 lalu. Penghentian tersebut dilakukan setelah tim penyidik melakukan pemeriksaan yang mendalam hingga disimpulkan tidak ditemukan adanya unsur pidana korupsi dalam pengadaan face shield di BPBD Sumbar.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumbar Fajar Mufti didampingi Asisten Intelejen (Asintel) Kejati Sumbar Efendi Eka Saputra mengatakan, diprosesnya perkara ini berawal dari laporan audit BPK perwakilan Sumbar ditemukan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan penggunaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Covid-19 yang bersumber dari dana APBD Provinsi Sumbar tahun 2020.
“Menanggapi hasil audit itu, kemudian terbit surat penyelidikan dari Kepala Kejati Sumbar Nomor: PRINT-09/L.3/Fd.1/07/2023 tanggal 3 Jull 2023. Dalam proses penyelidikan telah dimintai keterangan dari berbagai pihak mulai dari pihak BPBD Provinsi Sumbar, Inspektorat Provinsi Sumbar, Penyedia, dan pihak Bakeuda Provinsi Sumbar,” kata Fajar kepada wartawan, Senin (23/12).
Berdasakan hasil laporan hasil penyelidikan, kata Fajar, ditemukan adanya peristiwa pidana yang mengarah kepada dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat pelindung wajah berupa Face Shield untuk 2 kontrak Tahun 2020 dengan penyedia PT Asela Multi Sarana dengan total nilai 2 kontrak yaitu Rp 3.405.000.000.
“Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dari Kepala Kejati Sumbar, Nomor: 01.A/L.3/Fd.1/07/2024 tanggal 29 Juli 2024, hasil penyidikan ditemukan beberapa fakta yaitu pada tahun 2020 telah dilaskanakan kegiatan Pengadaan Barang Kebutuhan Penanganan Covid-19 yang dilaksanakan oleh BPBD Provinsi dengan dana yang bersumber dari APBD Provinsi Sumbar yang diposkan pada Bendahara Umum Daerah (BUD) pada BAKEUDA Provinsi Sumbar,” ujar Fajar.
Untuk melaksanakan kegiatan pengadaan tersebut, ungkap Fajar, disusunlah Rencana Kebutuhan Barang (RKB) oleh pihak BPBD Provinsi Sumbar. RKB tersebut kemudian diajukan kepada pihak APIP Inspektorat Provinsi Sumbar untuk dilakukan review. Lalu RKB dari BPBD Provinsi yang telah melalui proses review dari pihak Inspektorat Provinsi Sumbar disampaikan hasil review tersebut kepada pihak BPBD Provinsi Sumbar melalui Surat.
“Kemudian berdasarkan RKB hasil Review dari Inspektorat Provinsi Sumbar terhadap barang pengadaan berupa Face Shield diketahui memiliki harga Rp 250 ribu per pcs dengan volume atau kebutuhan sebanyak 10 ribu dengan total nilai anggaran Rp 2.250 Miliar. Kemudian terjadi negoasiasi antara calon penyedia dan hasil negosiasi tersebut tertuang di dalam kontrak nomor 23/SP/PL-BPBD/V/2020 tanggal 8 mei 2020 antara pengguna anggaran dengan PT Asela Multi Sarana pengerjaan pengadaan alat pelindung wajah atau face shield dengan total nilai kontrak Rp 2.250.000. 000,” ungkapnya.
Selanjutnya, kata Fajar, ada kontrak nomor 98/SP/PL-BPBD/VII/2020 tanggal 18 Agustus 2020 antara Pengguna Anggaran dengan PT Asela Multi Sarana pengadaan alat pelindung wajah dengan total nilai kontrak Rp 1.155.000.000. Dari kedua kontrak tersebut total kontrak Rp 3.405. 000.000. Kemudian, terhadap pelaksanaan kegiatan pada masa darurat Covid-19, terjadi kelangkaan barang dan keterbatasan ketersediaan barang. Sementara barang yang diadakan perlu dilakukan secara cepat maka diperlukan penyedia yang dapat menyediakan barang untuk keperluan penanganan Covid-19 pada saat itu.
“Hasil pelaksaan kegiatan oleh penyedia telah sesuai dengan dokumen kontrak yang ditanda tangan, serta barang pengadaan berupa Face Shield sebagaimana dalam kontrak telah terdistribusikan kepada para penerima sesuai dengan pencatatan yang dilakukan oleh pihak BPBD Provinsi Sumbar, “ jelasnya.
Berdasarkan poin dan fakta yang ditemukan terhadap penyidikan perkara dimaksud sebagaimana dalam Sprindik yang telah dikeluarkan, tegas Fajar, Tim Pernyidik pada Bidang Pidsus Kejati Sumbar dan berdasarakan hasil ekspose bersama dengan pimpinan menghasilkan sebuah kesimpulan dihentikannya penyidikan perkara tersebut.
“Telah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi dan ahli serta telah dilakukan audit dari Tim Auditor Kejati Sumbar sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Audit Nomor MEM-38/L.3/Hs/10/2024 tanggal 08 Oktober 2024 Dalam perkara ini belum ada pemenuhan terhadap mens rea dan juga unsur pada pasal yang disangkakan yaitu pada Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu berupa unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,” jelasnya.
Kemudian ia mengatakan di samping belum terpenuhinya terhadap unsur Pasal dengan bunyi huruf E angka 6 pada Surat Edaran (SE) dari Kepala LKPP Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Covid-19 yang menyebutkan Para pihak yang terlibat dalam pengadaan ini wajib mematuhi etika pengadaan dengan tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang atau jasa.
“Tim Penyidik juga belum menemukan adanya pemenuhan terhadap perbuatan sebagaimana bunyi aturan tersebut, hal tersebut penting karena bunyi SE tersebut juga berperan dalam mengungkap dan mendukung terhadap pemenuhan unsur pasal sebagaimana tersebut dalam SE. Pelanggaran yang dilakukan oleh pihak BPBD Provinsi Sumbar hanya dalam bentuk berupa tidak dilakukannya pelaporan maupun perubahan RKB pascadilaksanakan nya kegiatan pengadaan barang berupa Face Shield sebagaimana dalam dokumen kontrak yang dilaporkan kepada pihak APIP merupakan bentuk pelanggaran ranah administrasi,” tukasnya. (brm)
Komentar