“Satu unit alat berat membutuhkan BBM sebanyak 450 liter dalam satu kali operasional (15 dirigen isi 30 liter), proses pengisian BBM biasanya dilakukan dua kali. Sehingga dalam satu hari, satu unit alat berat membutuhkan 900 liter BBM,” ulasnya.
“Dalam data yang kami himpun, pada satu kabupaten seperti Solok Selatan) alat berat yang digunakan untuk peti mencapai hingga 100 unit alat berat, maka dengan demikian BBM yang dipasok untuk peti per hari dalam satu kabupaten mencapai 90. 000 liter. Sehingga total jumlah pasokan BBM ke areal peti cukup signifikan di seluruh kabupaten/kota di Sumbar,” tambahnya.
Tommy menegaskan, terkait dalam hubungannya dengan kepolisian, keterangan yang terungkap pada persidangan etik AKP Dadang Iskandar pada tanggal 26 November 2024 yang menyebut bahwa Kapolres Solok Selatan menerima aliran dana dari aktivitas Peti di Kabupaten Solok Selatan adalah Rp 600 juta per bulan semenjak menjabat.
“Sehingga dengan keterangan tersebut, diduga kuat setidaknya Kapolres Solok Selatan total telah menerima aliran dana dari Peti di Kabupaten Solok Selatan sebesar 16.200.000. 000 selama 27 bulan menjabat. Sumber dana tersebut berasal dari setoran penggunaan 20 unit alat berat. Satu alat berat Rp 25 juta dan setoran peti yang tidak menggunakan alat berat,” kata dia.
Tokoh masyarakat dari Padangpariaman, Herik Rinal Datuak Sirajo mengungkapkan, aktivitas tambang galian C ilegal di Nagari Lubuk Aluang menyebabkan kerusakan lingkungan sosial dan ekonomi masyarakat.
“Aktivitas peti juga terhubung dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) Jalan Tol di Sumatera Barat. Peti untuk penyediaan material. PSN Tol juga tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan, tetapi juga menyebabkan masyarakat sekitar lokasi Peti menjadi korban, memicu bencana ekologis dan telah menimbulkan kerugian perekonomian negara,” katanya.
Dalam laporannya, Walhi juga meminta Komisi Kepolisian Nasional untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap pejabat Polri di Sumbar dalam rangka pengumpulan dan analisis data yang komprehensif atas dugaan keterlibatan pejabat Polri Sumbar sebagai beking atau aktor intelektual peti, beking atas alat berat, pasokan BBM dan peredaran Minerba dari hasil peti.
Kedua, Walhi merekomendasikan kepada Presiden RI untuk memerintahkan Kapolri agar segera membenahi tubuh Polri di wilayah hukum Provinsi Sumbar secara komprehensif dan terukur. Membentuk tim khusus untuk melakukan penyelidikan untuk memeriksa seluruh pejabat Polri di Sumbar dan menonaktifkannya.
Terakhir, meminta Presiden RI untuk segera membentuk tim khusus yang akan bertugas memeriksa keterlibatan pejabat polri yang berelasi dengan pejabat eksekutif-legislatif, pengusaha SPBU, serta pelaksana proyek infrastruktur yang terlibat melakukan Peti. Bahwa kejahatan mereka telah merusak dan mencemari lingkungan, menimbulkan korban jiwa, menambah beban dan merugikan perekonomian negara dan mengancam hidup dan kualitas hidup manusia dan makhluk hidup lainya sebagai satu kesatuan ekosistem untuk terwujudnya keadilan sosial-ekologis menuju Indonesia Emas 2045. (*)
















