PADANG, METRO–Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Barat (Sumbar) bersama perwakilan tokoh masyarakat di Nagari Lubuk Alung, Kabupaten Padangpariaman, melaporkan aktivitas pertambangan ilegal yang diduga dibekingi oleh oknum kepolisian ke Kompolnas, Rabu (18/12).
Laporan itu diterima Anggota Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Arief Wicaksono Sudiutomo dan Dr Yusuf Ghufron, di Kantor Kompolnas Jalan Tirtayasa VII No 20 9, RT 9/RW 4, Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan.
Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, Tommy Adam mengatakan, Walhi menyampaikan beberapa temuan terkait kasus pembekingan tambang ilegal oleh oknum kepolisian dari kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan.
“Pertambangan tanpa izin (peti), utamanya galian C (Sirtu/pasir dan batu) dan emas sangat masif terjadi di Provinsi Sumbar. Peti tidak hanya menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, tetapi telah menimbulkan korban jiwa,” kata Tommy melalui keterangan tertulisnya, Kamis (19/12).
Tommy menjelaskan dari tahun 2012 sampai 2024, Walhi mencatat sebanyak 40 orang penambang meninggal karena kecelakaan tambang akibat tertimbun material tanah pertambangan. Peti juga menyebabkan kerugian pada perekonomian negara, sebab menjadi penyebab utama pemicu bencana ekologis berupa banjir dan longsor di Sumbar.
“Selain itu, kejahatan Peti telah meruntuhkan wibawa negara di hadapan sindikat pelaku kejahatan lingkungan. Lebih jauh Tomi menuturkan, luas Peti yang telah terdata dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RTRW Provinsi Sumbar (2023-2043) mencapai angka 7.662 ha di empat Kabupaten yang menjadi hulu dari DAS Batang Hari,” jelas Tommy.
Keempatnya, kata Tommy, yakni di Kabupaten Dharmasraya mencapai 2.179 ha, Kabupaten Solok 1.330 ha, Kabupaten Solok Selatan 2.939 ha, dan Kabupaten Sijunjung 1.174 ha. Luasan yang masif ini juga berkontribusi terhadap dampak kesehatan yang ditimbulkan dari penggunaan merkuri sebagai zat pemisah emas.
“Hasil kajian oleh Runi Sahara dan Dwi Puryanti dari Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas menyimpulkan, air Sungai Batanghari, Dharmasraya, di aliran Batu Bakauik tidak layak konsumsi. Dari pengujian Atomic Absorption Spectrometry (AAS), kandungan logam berat merkuri (Hg) maksimum 5,198 mg/L, jauh melampaui baku mutu 0,001 mg/l (berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum),” jelasnya.
Selain itu, kata Tommy, aktivitas Peti menggunakan puluhan hingga ratusan alat berat (ekskavator), sehingga ikutannya adalah pasokan BBM untuk mendukung operasional alat berat. Dalam analisis dan observasi lapangan, satu alat berat (ekskavator) bekerja rata-selama 20 jam di lapangan.