PADANGPANJANG, METRO – Berkas perkara tahap satu kasus kekerasan terhadap santri Pesantren Nurul Ikhlas, Kecamatan X Koto, Tanahdatar pada Kamis (7/2) lalu, dilimpahkan penyidik Polres Padangpanjang ke Kejaksaan Negeri (Kajari) Padangpanjang, Senin (18/3). Penyidik terus melakukan pemanggilan sejumlah saksi untuk dimintai keterangan.
”Berkas tahap satu telah kita limpahkan ke Kajari Padangpanjang untuk ditindaklanjuti. Saat ini kita masih menunggu petunjuk dari Kejari untuk tahap dua,” sebut Kasat Reskrim Polres Padangpanjang, AKP Kalbert J, kemarin.
Dikatakannya, sebelum melimpahkan berkas tahap I, penyidik telah melakukan sejumlah proses hokum. Mulai dari pemanggilan puluhan saksi dan melakukan prarekontruksi kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur di tempat kejadian perkara (TKP) di asrama Musa, Nurul Ikhlas X Koto, Tanahdatar.
”Kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di salah satu asrama Pondok Pesantren telah dilakukan rekonstruksi secara tertutup. Tidak hanya itu, penyidik juga telah melakukan pemanggilan sejumlah saksi, khususnya pihak ponpes untuk dimintai keterangan,” sebut Kalbert J.
Seiring kasus tersebut, Kasat Reskrim menjelaskan, kekerasan yang dilakukan secara belurang hingga menyebabkan korban R meninggal dunia. Kejadian berulang tersebut dilakukan 17 Santri, pada hari Kamis, (7/2), Jumat(8/2) dan Minggu (10/2).
”Sebelum meninggal, korban sempat dilarikan ke RSUD Padangpanjang untuk mendapatkan pertolongan medis. Namun cedera berat yang diderita, pihak RSUD memutuskan untuk dirujuk ke RS M Jamil Padang,” sebut Kalbert J.
Setelah menjalani penanganan medis di RS M Jalamil Padang, ungkap Kalberl J Lagi, nyawa korban tidak tertolong lagi.
“Korban menjalani outopsi sebelum disemayamkan dirumah dukaNagari Koto Laweh, Kecamatan X Koto, Tanahdatar,” sebut Kalbert J.
Polda Diminta Ambil Alih
Dinilai proses penyidikan kasus penganiayaan yang mengakibatkan terbunuhnya R (17) yang saat ini ditangani Polres Padang Panjang terlalu lamban dan tidak ada kejelasan, para Alumni bersama keluarga korban mendatangi Mapolda Sumbar, Rabu (20/3).
Di depan Mapolda Sumbar, mereka menyampaikan orasi meminta Kapolda Sumbar Irjen Pol Fakhrizal selaku pimpinan tertinggi Polisi di Sumbar untuk mengambil alih penyidikan kasus tersebut dari Polres Padangpanjang dan sekaligus membentangkan spanduk yang berisikan tuntutan mereka.
Permintaan tersebut disampaikan Haprizal Roji, koordinator aksi unjuk rasa alumni ponpes bersama keluarga korban. Setelah berorasi di depan Mapolda, Roji bersama beberapa orang rekamnya diajak untuk berdialog dengan pejabat Polda terkait di dalam Mapolda Sumbar.
“Kami dari alumni dan mewakili keluarga korban meminta Kapolda Sumbar untuk mengambil alih kasus pembunuhan ini, jika Kapolda tidak ada komitmen, dan tidak menanggapi, insyaAllah dalam Minggu ini kita akan melanjutkan aksi ke Mabes Polri,” ungkap Rozi.
Rozi menjelaskan pihaknya tergerak menggelar aksi ini, karena menilai penyidikan kasus di Polres Padang Panjang lamban dan tidak ada kejelasan proses penyidikan kasusnya. Menurutnya, proses penyidikan yang dilakukan oleh jajaran Polres Padang Panjang telah berjalan satu bulan lebih, namun prosesnya belum sampai ke kejaksaan.
“Pelaku sebanyak 17 orang tidak ditahan malah dititipkan di ponpes, sementara korban sudah meninggal. Saya sudah tanyakan pada penyidiknya, tapi belum jada kejelasan. Makanya kami berrharap pada Kapolda, dalam hal ini Reskrim Umum untuk mengambil alih penyidikan kasusnya.
Terpisah. Kakak Robby, Ihsan Al Fadli, membenarkan pihak keluarga menuntut pihak kepolisian segera menuntaskan kasus yang dialami adik bungsunya tersebut. “Iya kami menuntut karena kasus ini sangat lambat. Kami juga tidak terima adik kami sudah dikeroyok hingga tewas siapa yang mau menerima,” kata Ihsan.
Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Syamsi mengatakan, penanganan kasus kekerasan terhadap Robi Alhalim akan tetap dilakukan di Polres Padang Panjang. Dipastikan, kasus itu akan segera dituntaskan dan saat ini masih dalam proses.
“Proses penanganannya tetap dilakukan di Polres Padang Panjang, kita percayakan saja kepada penyidik. Tentu mereka melakukan proses penyidikan secara profesional dan transparan. Apalagi, informasinya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan,” kata Syamsi.
Terkait tidak ditahannya para pelaku anak, Syamsi menjelaskan tentu penyidik memiliki pertimbangan tersendiri untuk tidak melakukan penahanan bagi pelaku. Kemudian mereka di bawah umur dan masih belajar di pondok pesantren.
“Di Padangpanjang juga belum ada penahanan kusus bagi anak, kemudian permintaan orang tua agar anak mereka tidak ditahan. Dalam penanganan kasus pidana sudah ada prosedurnya dan tidak bisa dikatakan penyidik lambat dalam menyelesaikan kasus tersebut. Ada pemeriksaan terhadap saksi, pelaku dan alat bukti. Ada prosedurnya, lagian pelakunya anak di bawah umur,” pungkasnya. (rmd/rgr)














