JAKARTA, METRO–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mendalami biaya demurrage atau denda Rp 350 miliar akibat tertahannya beras impor sebanyak 490 ribu ton di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Sebab, hal itu dinilai berdampak pada melonjaknya harga beras.
Timbulnya potensi demurrage ini diduga akibat perubahan kebijakan Bapanas yang mengharuskan impor menggunakan kontainer, padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar. Namun, kini telah keluar setelah dibantu Menko Prekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Iya (KPK perlu periksa Bapanas dan Perum Bulog). Menurut saya perlu diusut KPK apakah ada perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang dalam mengatur bongkar muat barang di pelabuhan,” kata pakar hukum pidana Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf kepada wartawan, Senin (17/6).
Hudi memandang, pentingnya proses hukum dari KPK lantaran biaya demurrage sebesar Rp 350 miliar akibat tertahannya beras impor 490 ribu ton berdampak kepada hajat hidup orang banyak. Salah satu dampaknya beras impor tersebut ialah kenaikan harga yang akan menjadi beban bagi rakyat.
“Jika ada seyogyanya diproses hukum karena hal ini berdampak pada hajat hidup orang banyak yaitu kenaikan harga beras yang dapat membuat beban bagi rakyat,” ucap Hudi.
Ia mengaku khawatir adanya rekayasa terkait tertahannya beras impor 490 ribu ton di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Hudi mempertanyakan Bulog yang sudah berpengalaman dalam mengatur jadwal angkut dan bongkar muat masih melakukan kesalahan.