PADANG, METRO–Seorang pria berinisial EL (66) warga Dusun Baru Alang Rambah, Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) ditetapkan sebagai tersangka kasus peram bahan dan perusakan kawasan hutan untuk kebun sawit di Kawasan Hutan Produksi yang Dikonversi (HPK) Basa Ampek Balai Tapan, Senin (3/6).
Kasus perambahan dan perusakan hutan ini ditangani langsung oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Gakkum Kementerian LHK, Rasio Ridho Sani. Dalam kasus ini Rasio Ridho Sani memerintahkan penyidik menindak pihak lain yang terlibat dalam perambahan dan perusakan kawasan hutan di Tapan, Sumbar.
Rasio Ridho Sani mengungkapkan, diduga masih ada pelaku lainnya selain EL. Penyidik Gakkum Kementerian LHK Wilayah Sumatra bersama Dinas Kehutanan Sumbar menetapkan EL sebagai tersangka kasus mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
“Penetapan tersangka EL tindaklanjut Operasi Gabungan Pengamanan Kawasan HPK oleh Gakkum Kementerian LHK dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar, di Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan, pada 22 Mei 2024,” terang Rasio Ridho Sani saat berikan keterangan pers Senin (3/6) di Kantor Dinas Kehutanan Sumbar.
Dalam operasi gabungan tersebut, ungkap Rasio Ridho, tim berhasil mengamankan dua orang, yaitu EL warga Dusun Baru Alang Rambah Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan dan MD (30) warga Kumbung Talang Medan, Kecamatan Lunang Kabupaten Pessel.
“Keduanya sedang melakukan kegiatan pembukaan lahan dan membuat jalur (steking) untuk ditanami kelapa sawit dengan menggunakan alat berat jenis ekskavator merk Hitachi tanpa izin (ilegal),” ujar dia.
Rasio Ridho Sani menuturkan, hasil pemeriksaan kedua pelaku EL dan MD oleh Penyidik Balai Gakkum Kementerian LHK Sumatera, menemukan dua alat bukti yang cukup terhadap pelaku EL untuk ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan MD (30) masih sebatas saksi.
“Saat ini EL telah ditahan di Rutan Polda Sumbar menjalani proses penyidikan lebih lanjut,” tegasnya.
Pada saat pengamanan pelaku dan barang bukti ekskavator, menutur Rasio Ridho Sani, Tim Operasi Gabungan terkendala medan berat, cuaca hujan dan banjir. Bahkan, salah satu Anggota Tim Gabungan yaitu Haryanto, Kepala Satuan Tugas Polhut UPTD KPHL Bukit Barisan meninggal.
“Saat ini Tim Gabungan Gakkum Kementerian LHK, Dinas Kehutanan Sumbar, dan Polda Sumbar sedang mencari barang bukti ekskavator tersebut karena sudah tidak berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP),” kata dia.
Rasio Ridho Sani mengatakan, operasi penindakan terhadap tersangka EL dan kehadiran dirinya langsung bersama Polisi Kehutanan Utama Sustyo Inyono di Sumbar sebagai bentuk komitmen Kementerian LHK menindak kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan di Sumbar. Pasalnya, perusakan kawasan hutan merugikan masyarakat banyak, meningkatkan ancaman bencana.
“Perusakan hutan dilakukan oleh EL kejahatan serius. Kejahatan ini musuh bersama, harus kita lawan. Tidak boleh dibiarkan pelaku kejahatan yang mendapatkan keuntungan dengan merusak lingkungan, mengorbankan masyarakat dan merugikan negara. Mereka harus dihukum maksimal, agar ada efek jera dan adil,” tegasnya.
Rasio Ridho Sani mengungkapkan, saat ini sudah 2.000 kasus perusakaan lingkungan yang telah ditanganinya. Sebanyak 1.500 kasus sudah disidang di pengadilan. “Kita tidak akan berhenti menindak,” tegasnya.
Terkait kasus di Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan ini, tersangka EL menurutnya, tidak bekerja sendiri. Pihaknya sudah perintahkan penyidik segera menindak pihak-pihak yang terlibat dalam perambahan dan perusakan kawasan hutan.
“Penyidikan kami tidak berhenti di tersangka EL. Ada beberapa pihak yang sedang kami dalami terkait kejahatan ini. Penetapan tersangka EL langkah awal menindak pelaku lainnya,” terangnya.
Tersangka EL dijerat Pasal 92 ayat (1) huruf byo Pasal 17 ayat (2) huruf a Undang-Undang (UU) RI No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) sebagaimana telah diubah dalam Paragraf 4 Kehutanan Pasai 37 angka 16 Pasal 92 ayat (1) huruf a UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 tahun 2022 jo.
Selain itu, Pasal 78 ayat (2) yo. Pasal 50 ayat (3) huruf a UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam Paragraf 4 Pasai 36 angka 19 Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Rasio Ridho Sani menambahkan tersangka EL dan pihak lain yang diduga terlibat perusakan hutan di Tapan, harus dikenakan pidana berlapis. Bukti permulaan di lapangan para pelaku akan dikenakan pidana lainnya, baik pidana perusakan lingkungan hidup maupun pidana pembakaran hutan, di samping pidana perambahan kawasan hutan.
“Saya sudah perintahkan penyidikan kasus ini melibatkan penyidik dari Ditjen Gakkum di Jakarta. Penegakan hukum pidana bertapis, termasuk penerapan tindak pidana pencucian uang agar dapat menyasar penerima manfaat utama, melalui penelusuran aliran uang, serta agar hukumannya lebih maksimal dan berefek jera,” tegas Rasio Ridho Sani.
Rasio Ridho juga membeberkan kalau kawasan hutan yang sudah dibuka alias disulap oleh jaringan pelaku menjadi kebun sawit ditaksir mencapai 1.000 hektare lebih.
“Memang saat penangkapan terpantau ada puluhan hektare yang digarap, tapi secara umum terindikasi ada seribu hektare lebih yang sudah rusak, ditanam sawit dan sebagainya oleh jaringan pelaku,” Rasio Ridho.
Perwakilan dari Ditreskrimsus Polda Sumbar, Yose mengatakan, Polda Sumbar mendukung kegiatan operasi gabungan dilakukan Kementerian LHK.
“Dalam proses penyidikan kita tetap lakukan kordinasi. Tidak tertutup ada tindak pidana pencucuian uang (TPPU) dalam kasus ini. Akan didalami. Barang bukti yang disembunyikan akan kita bantu menemukannya,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozwardi, menambahkan, operasi gabungan ini bentuk sinergi dan kolaborasi Kementerian LHK, Dinas Kehutanan Sumbar dan Polda Sumbar.
“Kami menyampaikan apresiasi dukungan Kementerian LHK dan Polda Sumbar dalam operasi gabungan ini. Kami telah kehilangan salah satu Anggota Polhut terbaik kami, Haryanto, Kepala Satuan Tugas Polhut UPTD KPHL Bukit Barisan,” ungkapnya.
“Almarhum gugur saat melakukan pengamanan terhadap terduga pelaku dalam perjalanan keluar dari Kawasan HPK Basa Ampek Balai Tapan,” tambahnya.
Yozawardi mengungkapkan, saat operasi gabungan, ditemukan lahan seluas 20 hektar yang telah dirusak dan dirambah oleh tersangka. Sementara, lahan yang telah dirubah menjadi lahan perkebunan sawit oleh tersangka mencapai 1.000 hektar.
Polisi Kehutanan Utama Sustyo Inyono mengungkapkan, berdasarkan monitoring, Pessel merupakan wilayah yang cukup banyak gangguan dan ancaman. Baik itu ilegal loging, kebakaran hutan dan perambahan kawasan. Perambahan kawasan huta dilakukan untuk dijadikan lahan menanaman sawit. “Ini jadi perhatian kita bersama,” tegasnya. (fan)