Jurnalis Sumbar Bergerak! Tolak RUU Penyiaran yang Membungkam Pers

ORASI— Ketua IJTI Sumbar Defri Mulyadi saat berorasi dalam aksi damai di Masjid Raya Sumbar yang diikuti para jurnalis Sumbar.

PADANG, METRO–Koalisi Masyarakat Pers Sumatra Barat bergerak me­lakukan aksi turun ke jalan guna menolak revisi RUU Penyiaran yang diusulkan oleh DPR RI melalui Komisi I karena berpotensi mengancam kemer­de­kaan pers dan hak publik atas informasi.

Koalisi jurnalis yang tergabung di AJI Padang, PWI Sumbar, IJTI Sumbar, PFI Padang dan ASPEM Sumbar ini bergerak dari perempatan Jalan Khatib Sulaiman, tepatnya di de­pan Masjid Raya Sumbar.

Ketua IJTI Sumbar Defri Mulyadi menegaskan bahwa bila RUU ini lolos jadi undang-undang, maka yang akan terdampak adalah jurnalis, media dan masyarakat. Untuk itu, DPR harus meninjau ulang “pa­sal-pasal rawan” di RUU tersebut dan membahasnya kembali dengan melibatkan organisasi jurnalis, media dan masyarakat sipil.

Menurutnya, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, harus lebih memperhatikan secara mendalam UU Pers sebelum membuat revisi UU Penyiaran agar tidak merugikan masyarakat dalam memperoleh informasi dan pers Indonesia, terutama berkaitan dengan larangan penayangan jurnalisme investigasi.

Pasal pelarangan tayangan eksklusif jurnalistik investigasi di televisi, bisa diartikan sebagai upaya intervensi dan pembungkaman terhadap kemerdekaan pers di tanah air.

“Itu semua sudah diatur dalam UU Pers dan tidak perlu lagi diatur di RUU Penyiaran. Pasal 4 ayat (2) UU Pers telah menegaskan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan  penyiaran. Larangan di RUU itu akan membung­kam kemerdekaan pers. DPR harus ingat bahwa UU Pers adalah produk reformasi, maka jangan itu pula yang dilabrak,” tegas Defri Mulyadi.

Sementara itu, pengurus PWI Sumbar Adrian Tuswandi menyampaikan bahwa kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi jadi terancam bila pasal terkait pers di dalam RUU Penyiaran itu tidak ditinjau ulang oleh DPR.

Misalnya pasal penyelesaian sengketa pers di KPI yang di UU Pers telah diatur bahwa itu ditangani oleh Dewan Pers yang independen. Lalu, soal larangan penayangan liputan investigasi yang jelas-jelas bertentangan dengan UU Pers.

“Jika pasal-pasal itu tetap diloloskan, maka kita seperti ditarik mundur ke era order baru. Padahal pers bekerja untuk memenuhi hak publik dalam mendapatkan informasi dan itu merupakan hak asasi. Jadi, larangan menyiarkan sebuah karya jurnalistik jelas bertentangan dengan hak asasi manusia,” tegas Adrian yang juga mantan Komisioner Komisi Informasi Sumbar, ini. (fan)

Exit mobile version