“Bahasa kualitas pemilu ini kan pertama begini, tidakkah kita pikir money politics dilegalkan saja di PKPU dengan batasan tertentu? Karena money politics ini keniscayaan, kita juga tidak (terpilih tanpa) money politics tidak ada yang memilih, tidak ada pilih di masyarakat karena atmosfernya beda,” ujar Hugua.
Menurut Hugua, politik uang merupakan kewajaran di tengah masyarakat. Karena itu, perlu dilegalkan dengan bahasa cost politik atau dengan batasan jumlah tertentu.
“Jadi kalau PKPU ini istilah money politics dengan cost politics ini coba dipertegas dan bahasanya dilegalkan saja batas berapa sehingga Bawaslu juga tahu kalau money politics batas ini harus disemprit, sebab kalau barang ini tidak dilegalkan, kita kucing-kucingan terus, yang akan pemenang ke depan adalah para saudagar,” ucap Hugua.
Lebih lanjut, Hugua mengatakan bahwa kontestasi dengan politik uang tersebut sangat berdampak negatif, terutama terhadap orang yang tidak punya modal.
“Jadi sebaiknya kita legalkan saja dengan batasan tertentu. Kita legalkan misalkan maksimum Rp 20.000 atau Rp 50.000 atau Rp 1.000.000 atau Rp 5.000.000,” pungkas Hugua. (jpg)
















