Hal ini perlu kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, karena dalam ajaran Islam orang yang menjalankan puasa dengan dasar iman dan ikhlas akan memperoleh mapunan dari dosa-dosa dari Allah SWT. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).
Yang dimaksud berpuasa atas dasar iman yaitu berpuasa karena meyakini akan kewajiban puasa. Sedangkan yang dimaksud ihtisab adalah mengharap pahala dari Allah SWT.
Al Khottobi berkata, “Yang dimaksud ihtisab adalah terkait niat yaitu berpuasa dengan niat untuk mengharap balasan baik dari Allah. Jika seseorang berniat demikian, ia tidak akan merasa berat dan tidak akan merasa lama ketika menjalani puasa.”
Hadits di atas menunjukkan itulah orang yang berpuasa dengan benar. Benarnya puasanya jika didasari atas iman dan ikhlas karena Allah, mengharap pahala-Nya, mengagungkan syari’at-Nya, bukan melakukannya atas dasar riya’, cari pujian atau hanya sekedar ikut-ikutan kebiasaan orang di sekitarnya.
Kita akan bisa meraih nilai keutamaan dan kebaikan di bulan Ramadhan bila kita juga memiliki kebiasaan ibadah. Oleh sebab itu kebiasaan berbuat baik itu harus kita mulai dari sekarang. Khususnya ibadah di bulan ramadhan, kita perlu mulai melatih dari waktu sekarang. Karena untuk memulai sesuatu yang kita tidak biasa melakukannya amatlah sulit. Apabila kita tidak pernah melakukan suatu amalan, kemudian ingin melaksanakan, pasti akan terasa sangat berat dan sulit.
Oleh karena itulah Rasulullah SAW telah mengajarkan pada kita untuk memperbanyak puasa sunat di bulan Sya’ban. Demikian pula para Salafush Shalih, bahkan mereka di bulan Sya’ban memperbanyak membaca Al-Qur’an. Beliau tidak terlihat lebih banyak berpuasa di satu bulan melebihi puasanya di bulan Sya’ban, dan beliau tidak menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan.
Beribadah kepada Allah memerlukan keikhlasan dan kebersihan hati kita. Apabila hati kita masih dikotori oleh syahwat, masih dikotori oleh hawa nafsu, ketika kita puasa pun seringkali diselingi dengan hal-hal negatif, mubadzir atau lagha yang bisa menghilangkan pahala puasa kita.
Demikian pula, kadang kita merasa berat atau malas mengerjakan amal ibadah, hal itu bisa jadi karena dalam diri kita masih dikuasai hawa nafdu duniawiyah lan terkumpulnya banyak dosa atau maksiat yang menghalangi hidayah Allah menerangi hati kita. Maka kita harus ingat dan mau menyadari diri. Kita harus berani mengakui, kita banyak telah dosa dan harus mau bertobat agar dibukakan hati kita oleh Allah SWT.
Taubat menunjukkan tanda totalitas seorang dalam menghadapi Ramadhan. Dia ingin memasuki Ramadhan tanpa adanya sekat-sekat penghalang yang akan memperkeruh perjalanan selama mengarungi Ramadhan.
Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat, karena taubat wajib dilakukan setiap saat. Taubat yang dibutuhkan bukanlah formalitas, yang lidahnya mengucapkan tobat, akan tetapi hatinya lalai, kemudian diwaktu lain mengulangi berbuat dosa lagi. Namun, yang dibutuhkan adalah tobat yang sejati, penuh totalitas dan kejujuran.
Bila tobat tanpa memiliki ciri demikian, maka yang akan terjadi hanya akan menampilkan pribadi yang di bulan Ramadhan tampak beribadah dan beramal yang baik, akan tetapi selepas bulan ramadhan hal itu tidak lagi dikerjakan. Memenuhi parintah agama rasanya berat dan malas. Hal ini karena hatinya masih dikuasai hawa nafsu duniawi dan kahlakul madzmumah; maka jiwanya kembali sebagaimana sebelum ramadhan. Na’udzubilah
Kita harus Ingat! Ramadhan merupakan momentum ketaatan untuk bertaqoruub kepada Allah, sekaligus madrasah untuk membiasakan diri beramal shalih. Inilah hakikat ibadah di bulan Ramadhan, sehingga jiwa kita siap untuk melanjutkan ketaatan-ketaatan di sebelas bulan lainnya
Marilah kita bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan diri menyambut kehadiran bulan suci yang agung ini. ibadah di bulan Ramadhan ini hendaknya penuh makna, bukan menjadi beban yang memberatkan diri, apalagi sekedar menjadi rutinitas yang hampa tanpa rasa dan makna. (**)