Ketua Fraksi MPR di DPD Dukung Penuh Penghapusan Ambang Batas Parlemen

M. Syukur, Ketua Fraksi Kelompok DPD di MPR

JAKARTA, METRO–Ketua Fraksi Kelompok DPD di MPR M. Syukur menyatakan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pengaturan ulang ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen.

Syukur mengatakan, rakyat mempunyai hak memilih dan dipilih serta perlu dilindungi suaranya dalam pemilu sehingga tidak boleh ada satu pun suara yang hangus hanya karena partai yang dipilih tidak memenuhi ambang batas parlemen.

“Saya usulkan, kalau perlu, persentase ambang batas parlemen angkanya diminimalkan sedemikian rupa, bahkan kalau bisa dinolkan agar suara rakyat tidak terbuang sia-sia sehingga akan makin banyak suara mereka terwakili di DPR,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, (5/3).

Ia menilai, desain pemilu tanpa ambang batas parlemen atau menggu­nakan ambang batas seminimal mungkin, jauh lebih demokratis dan berdaulat daripada menerapkan angka yang besar, namun membuat suara rak­yat banyak yang hangus.

Selain itu, menurut dia, putusan MK yang menganulir ambang batas 4 persen bisa menjadi momentum untuk melakukan re judicial review Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen.

“Meskipun dua norma tersebut pengaturannya menjadi wewenang pembuat undang-undang atau open legal policy, keduanya sama-sama mengeliminasi kedaulatan rakyat, seharusnya presidential thres­hold bisa dihapus,” ujarnya.

Selama ini, kata Syukur, DPD fokus pada pengkajian soal penghapusan pre­sidential threshold 20 persen karena dianggap tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dan meng­hilangkan hak kebebasan individu untuk dipilih.

Pada tahun 2022, DPD sempat mengajukan judicial review ke MK. Namun, ditolak dengan alasan tidak punya kedudukan hukum.

“DPD secara kelembagaan sampai sekarang masih konsisten mendukung penghapusan presidential threshold 20 persen meskipun hal tersebut berulang kali telah digugat di MK oleh berbagai kelompok masyarakat dan selama itu pula MK belum berhasil menghapusnya,” kata dia.

Meski demikian, lanjutnya, putusan majelis hakim MK tidak pernah bulat karena terdapat dua hakim MK yang melakukan dissenting opinion, yaitu Suhartoyo dan Saldi Isra.

“Ini menunjukkan bahwa masih ada hakim di internal MK yang berpendapat bahwa presidential threshold 20 persen bermasalah,” ujarnya.

Sebelumnya, MK pada sidang pleno Kamis (29/2) mengabulkan sebagian per­­mohonan uji materi Pa­sal 414 ayat (1) UU Pemilu yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Dalam amar putusannya, MK meminta pembentuk undang-undang untuk mengatur ulang besaran angka dan persentase ambang batas parlemen da­lam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu agar lebih rasional.

MK juga menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) atau ambang batas parlemen 4 persen tetap konstitusional untuk Pemilu Anggota DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu beri­kutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen. (jpg)

Exit mobile version