Kemiskinan ekstrem merupakan kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti, sandang pangan dan papan, dengan pendapatan paling rendah sekitar Rp15.000 per hari, sehingga tidak cukup untuk makan sehari-hari.
Pada 2024, Pemprov Sumbar optimis angka kemiskinan ekstrem ini menjadi nol. Pasalnya, kemiskinan ekstrem umumnya terjadi di perkotaan, semua kebutuhan hidup warga kota harus dibeli.
Sedangkan di nagari, agaknya tidak ada masyarakat yang tidak punya rumah, tidak punya pakaian, apalagi sampai tidak makan. Semua kebutuhan masyarakat nagari dapat terpenuhi. Apalagi orang Minang terkenal dengan kepemilikan tanah ulayatnya sebagai modal sosial bagi anggota kaumnya.
Untuk menghilangkan kemiskinan ekstrem ini, menurut Mahyeldi, tidak terlepas dari terbentuknya Tim Kordinasi Penangggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Sumbar melalui program dan kegiatannya.
Mahyeldi mengatakan, Pemprov Sumbar mendorong pemkab/pemko untuk memprioritaskan kegiatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Saat ini, lebih dari 42 persen APBD kabupten/kota itu dialokasikan untuk belanja pegawai. Artinya, sedikit anggaran untuk kegiatan yang bersentuhan dengan masyarakat.
“Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah kita mendorong pemkab/pemko termasuk OPD Pemprov Sumbar untuk menggelar rapat atau pertemuan di nagari sehingga perputaran uang langsung ke masyarakat,” terangnya.
Pemprov Sumbar juga ikut turun tangan membantu fiskal pemkab/pemko yang tidak mampu. Misalnya untuk sektor pariwisata yang menjadi unggulan suatu daerah dan diyakini dapat menggerakkan ekonomi masyarakat, jika pemkab tidak sanggup mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pariwisata itu maka Pemprov Sumbar akan membantu dengan pola sharing anggaran.
Melalui APBD Sumbar 2024, juga dialokasikan anggaran Rp660 miliar pada 20 OPD untuk percepatan penurunan kemiskinan ekstrem ini. Ada tiga strategis besar yang dilakukan Pemprov Sumbar. Yaitu, pertama, mengurangi beban pengeluaran masyarakat, dengan 45 sub kegiatan pada 9 OPD, seperti kegiatan bantuan untuk panti asuhan, bantuan saprodi pertanian, beasiswa dan lainnya.
Kedua, meningkatkan pendapatan masyarakat, dengan 25 program kegiatan pada sembilan OPD, misalnya melalui program entrepreneur. Ketiga, meminimalkan wilyah kantong kemiskinan, dengan 29 sub kegiatan pada 12 OPD, salah satunya membangun instrastruktur hingga ke pelosok nagari.
Indikator pencapaian makro pembangunan berikutnya, angka pengangguran terbuka di Sumbar. Pada 2023 dari target 6,45 persen berhasil direalisasikan sebesar 5,94 persen. Namun soal angka pengangguran ini, kondisi di Sumbar sedikit berbeda dari biasanya. Lazimnya, jika angka pengangguran tinggi maka angka kemiskinan juga akan naik.
Tetapi di Sumbar yang terjadi angka kemiskinan rendah tetapi angka pengangguran tinggi. Hal ini terjadi di antaranya karena UMKM di Sumbar didominasi kelompok mikro tidak terdata aktivitasnya termasuk serapan tenaga kerjanya. “Pada beberapa kasus, ada pula warga yang tidak bekerja tetapi selalu mendapat kiriman biaya dari sanak saudaranya di rantau,” tambah Kepala Bappeda Sumbar, Medi Iswandi.
Meski demikian, untuk mengatasi pengangguran terbuka ini Pemprov Sumbar fokus pada sektor pertanian dengan menghidupkan ekonomi nagari, juga menciptakan pertumbuhan ekonomi baru di kabupaten/kota agar terjadi pemerataan pendapatan. “Kita berharap, jika Pelabuhan Teluk Tapang dan Pelabuhan Panasahan di Pessel sudah beroperasi maksimal, maka dapat menggerakkan pertum buhan ekonomi daerah,” katanya. (AD.ADPSB)