Yuliani terbaring di depan suami dan anaknya. Jangankan untuk berobat, makan sehari-sehari saja susah bagi keluarga ini.
DHARMASRAYA, METRO–Hanya raung menahan sakit yang terdengar dari sebuah gubuk tua seukuran kandang sapi yang berada di tengah-tengah kebun milik salah seorang warga di Kabupaten Dharmasraya ini. Dia menumpang pada iba orang yang melihat nasibnya dan sakit yang dideritanya. Jangankan berobat, untuk makan sehari-hari saja mereka susah. Bagaimana kisahnya?
Keluarga ini tidak tahu lagi harus mengadukan lagi nasibnya kemana, sebab sanak saudara mereka tidak diketahui keberadaannya. Terpaksa lah keluarga ini hidup melarat sejak 15 tahun yang lalu setelah memutuskan merantau ke Dharmasraya.
Yang lebih menyedihkan, sejak lima bulan terakhir, Ruliani (40) mengidap penyakit komplikasi, seperti jantung, ginjal dan asam lambung dan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berbaring di atas tikar seadanya. Anak bungsunya, Dimas (9) terpaksa sering tidak masuk sekolah karena harus merawat sang ibu setelah bapaknya, Tono (53) pergi bekerja sebagai perawat kebun milik masyarakat.
Ketika masuk dalam pagar sebidang kebun milik H Suar di jorong Sungai Kilang, Kenagarian Sungai Dareh, terlihat lah satu gubuk kayu yang ditinggali satu keluarga berjumlah tiga orang dengan kehidupan yang sangat memprihatinkan.
Memang, kalau dilihat dari luar pagar tidak terlihat adanya tanda-tanda kehidupan, karena hamparan kebun karet dan kakao menutupi gubuk tersebut. Namun, setelah masuk akan ditemukan anak kecil yang merawat ibunya dengan sabar.
Menurut Tono (53), mereka berangkat dari Medan, kampung halaman sang istri tahun 2000 silam ke Dharmasraya dengan tujuan merubah kehidupan. Karena tidak memiliki ijazah, mereka hanya bisa bekerja membersihkan kebun milik masyarakat dari satu kebun ke kebun lainnya.
Anak laki-laki mereka yang pertama, Riski (15), sudah mengirap dari rumahnya dan hingga sekarang tidak tahu rimbanya. Bahkan, anak pertamanya itu tidak mengetahui kalau saat ini ibunya tengah sakit.
Diceritakannya, sakit sang istri baru dirasakan lima bulan terakhir ini. Sejak hari itu, Ruliani sudah empat kali keluar masuk RSUD Sungai Dareh. Untuk perawatan yang terakhir istrinya, dokter menyarankan untuk dirujuk ke RSUP M. Djamil Padang. Namun, karena tidak memiliki biaya sehari-hari untuk menunggu sang istri, rujukan dokter tersebut tidak diindahkannya.
“Bagaimana lagi pak, saya hanya bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup, kalau saya ke Padang siapa yang akan membantu biaya untuk makan sehari-hari disana, apalagi saya dan istri hidup susah di Dharmasraya,” ujarnya.
Tono sangat bersyukur ada masyarakat yang baik hati seperti H Suar yang menumpangkan dirinya dan keluarganya menumpang di gubuk yang tak ubah seperti kandang sapi ini. Tapi, Tono tidak tahu lagi akan membawa keluarganya kemana untuk berteduh.
Diakui Tono memang untuk perawatan istrinya dia dibantu dengan program BPJS, sehingga untuk perawatan penyakit istrinya dan obat-obatan dirinya tidak terlalu memikirkan, namun untuk hidup sehari-hari sangat kekurangan. (hen)
Komentar