drg Retno Yelvi, menunjuk lokasi terbunuhnya sang ibunda, Hj Djusma di rumahnya Jalan Damar, Padang Barat, pada 1996 silam. Tertangkapnya Umar Jaya, membuat keluarga korban meminta pengusutan kembali sebab tewasnya Djusma.
PADANG, METRO–Tertangkapnya pembunuh bayaran, Umar Jaya alias Nayau (53), membuat polisi harus bekerja keras untuk mengungkap kasus pembunuhan pada 1996 silam. Umar, diduga tergabung dalam pembunuhan Hj Djusma, istri H Amran, ketua Yayasan Baiturrahmah Padang.
Anak tunggal korban, drg Retno Yelvi merasa terkejut. Yang menjadi tanda tanya selama puluhan tahun, akhirnya menemui titik terang. Dari dulu dia curiga, bahwa kematian ibunya banyak kejanggalan. Berbeda dengan keterangan kepolisian waktu itu yang menyatakan kejadian murni pembunuhan karena perampokan.
”Jika dikatakan perampokan, seharusnya ada barang berharga yang hilang. Namun saat diperiksa tidak ada. Pintu dan jendela tidak ada yang rusak. Sejak saat itu saya selalu bertanya-tanya. Ditangkapnya Umar Jaya, mulai menjawab teka-teki. Terbunuhnya ibu saya, karena ada yang membayarnya,” kata Retno Yelvi, Jumat (18/9).
Retno Yelvi menyebut, setelah mendengar adanya tangkapan, dia langsung datang ke lokasi. Dia mendengar langsung pengakuan Umar malam itu. Retno Yelvi mendengar, Umar menyebut, disuruh untuk membunuh. Umar mengaku menerima uang Rp100 juta dari rekannya yang saat ini disebut sudah meninggal.
”Logikanya, jika dia menerima uang, uang itu siapa yang kasih. Saat kejadian tidak ada barang yang hilang. Diduga ada aktor di balik semua ini. Saya berharap kepada kepolisian agar membuka kembali kasus ini. Apa motifnya, dan siapa aktor dan dalangnya bisa terungkap,” kata Retno Yelvi.
Retno yang juga sekretaris Yayasan Baiturahmah menambahkan, sebelum kejadian, keluarganya tidak ada masalah dengan orang lain. Sehingga motif di balik semua ini menjadi membingungkan dan menjadi pertanyaan.
”Papa saya punya istri 4 dan hubungan kami baik-baik saja. Begitu juga dengan orang lain. Setahu saya tidak ada masalah. Namun 3 bulan sebelum kejadian ada persoalan terkait pengalihan akta yayasan, ibu saya sebagai bendahara yayasan dan saya sebagai sekretaris tidak setuju. Sehingga akhirnya batal,” ujar Retno.
Menurut Retno, pada saat kejadian, dia bersama keluarganya berdomisili di Jakarta. Sedangkan ibunya tinggal di rumah di kawasan Damar bersama dengan seorang pembantu. Pagi itu dia mendapat kabar, rumah ibunya dirampok. Mengakibatkan ibu kandung bersama dengan pembantunya meninggal dibunuh oleh kawanan perampok.
”Saya langsung terbang ke Padang. Siang harinya dan langsung ke rumah sakit M Djamil Padang. Di sana ibu saya bersama dengan pembantu menjalani visum dan sore harinya dikebumikan,” kata Retno Yelvi.
Retno menceritakan, saat ditemukan, ibunya dalam kondisi mulut tersumpal kain, tangan dan kaki terikat dengan kain gorden, di depan kamar pembantunya. “Sedangkan pembantu saya ditemukan di atas tempat tidur, mulutnya disumpal dengan kain. Wajahnya ditutupi dengan selimut. Pakaiannya acak-acakan. Diduga pelaku juga memperkosanya,” ungkap Retno.
Retno menuturkan, kejadian pertama kali diketahui oleh Kepala TK, Nurmi (40) waktu itu, sekitar pukul 08.00 WIB. TK tepat di depan rumah korban yang bermaksud menghidupkan stop kontak aliran listrik ke sekolah.
”Nurmi kemudian bertemu dengan Anjang penjaga TK, yang juga hendak memasak air di dapur bagian belakang luar rumah. Kemudian mengetuk pintu, namun tak ada sahutan. Nurmi melihat pintu sedikit terbuka, dan mendorongnya, dan masuk. Ditemukan ibu dan pembantu saya sudah meninggal,” ungkap Retno.
Puluhan tahun menjadi tanda tanya bagi keluarga, terkait motif dan yang melatarbelakangi pelaku tega membunuh Hj Djusma. Korban ditemukan meninggal bersama dengan pembantunya Aan di dalam rumahnya, Jalan Damar I no 14, Kecamatan Padang Barat. Tragedi itu terjadi tepatnya pada bulan puasa, Sabtu, 27 Januari 1996.
Pascatragedi berdarah itu, dua orang pelaku telah ditangkap oleh polisi dan dipenjara. Namun tidak memberikan titik terang siapa aktor di balik semua ini. Tertangkapnya Umar Jaya diharapkan membuka tabir gelap itu.
Polda Belum Terima Laporan
Direktur Diteskrimum Polda Sumbar, Kombes Pol R Dody Rachmat Tauhid mengatakan, belum mendapat laporan terkait ditangkapnya Umar Jaya, pelaku pembunuhan, perampokan antarprovinsi.
”Nanti saya cek dulu. Jika memang kejahatan yang dilakukannya antarprovinsi, kita nantinya akan berkoordinasi dengan Polda-Polda lainnya. Sementara biar saja dulu polres yang menangani, kita belum ada rencana untuk menarik perkara ini,” ungkapnya.
Koordinator Indonesia Police Watcha (IPW) Sumbar, Ilhamdi Taufik mengatakan, polisi punya kewenangan untuk mengungkap kasus yang pernah Umar Jaya lakukan. Begitu juga dengan keluarga juga punya hak untuk meminta polisi membuka kembali kasus tersebut.
”Penyidik boleh bertanya seluas mungkin, untuk mengungkap satu per satu kejahatan yang dia perbuat. Nanti penyidik yang memilah mana yang harus diangkat. Diharapkan penyidiknya profesional, UU cukup untuk menjerat pelaku,” ungkap Ilhamdi Taufik.
Berlindung di Luar Provinsi
Sementara Kapolres Limapuluh Kota AKBP Tri Wahyudi sudah melayangkan surat kepada Polresta Padang, Kota Payakumbuh dan Kota Bukittinggi terhadap pemeriksaan pascatertangkapnya Umar Jaya di Kota Padang. Surat terkait kejahatan yang pernah dilakukan Umar selama pelarian atau DPO di Polres Limapuluh Kota. Umar juga menjadi DPO Polresta Padang, Payakumbuh dan Bukittinggi.
Kasat Reskrim Polres Limapuluh Kota AKP Dicky Vertoffan Bachriel, Jumat (18/9) kepada wartawan menyebut, dari keterangan hasil penyelidikan, diketahui pria berbadan kurus itu masuk dalam berbagai sendikat kejahatan. Terutama sendikat pencurian rumah dan jambret di Limapuluh Kota.
Penyidik Polres Limapuluh Kota masih terus mendalami keterangan tersangka Umar Jaya yang sudah sejak 4 tahun silam berhasil bersembunyi. “Kita akan dalami terus keterangan tersangka, Adanya dugaan bergabung dengan sindikat lainnya masih kita dalami,” jelas Kasat Reskrim.
Kepada penyidik Polres Limapuluh Kota Umar Jaya, mengakui bersembunyi di luar Sumbar jika usai melakukan kejahatan di Sumbar. “Tersangka juga bersembunyi di luar provinsi. Kemudian berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya,” terang Kasat yang baru bertugas di Polres Limapuluh Kota.
Dikabupaten Limapuluh Kota sendiri Umar Jaya, pernah melakukan perampokan terhadap pengusaha rice miling, di Nagari Kubang, Kecamatan Guguak 8 Agustus 2011 silam. Kala itu Umar Jaya bersama dengan empat kawannya berhasil membawa kabur 200 gram emas batangan berupa cincin, kalung dan rantai, serta uang tunai sebesar Rp90 juta.
Sejak saat itu Umar Jaya berstatus sebagai DPO Polres Limapuluh Kota sedangkan empat kawannya yang lain sudah divonis pengadilan. Selama pelariannya, Umar Jaya tetap melakukan aksi kejahatan di berbagai kota dan kabupaten di wilayah hukum Polda Sumbar, bahkan di beberapa provinsi tetangga seperti Pekanbaru, hingga Lampung.
Tertangkapnya Umar berawal dari transaksi narkobanya dengan anggota Polresta Padang di depan RS Siti Rahmah, Aiapacah Padang, Kamis (17/9) dini hari. Saat itu, Umar mencoba mengelabui polisi, dengan menjual garam dapur halus, dan mengakuinya sebagai sabu. Umar ditangkap, dan dalam pengakuannya, terungkap fakta yang mengerikan. Dia adalah pembunuh bayaran, dan juga perampok kelas kakap.
Selama ini, umar bertempat tinggal di dua lokasi, satu di Palapa Saiyo, Batanganai, Padangpariaman, dan satunya di Aiapacah Padang. Hingga kemarin, nama Umar kian tenar, meski para tetangga di dua rumahnya tidak mengetahui, apa sebenarnya yang dikerjakan Umar selama ini. (r/us)
Komentar