BUKITTINGGI, METRO – Ratusan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi menggelar orasi di aula kampus yang berada di Kubangputiah, Selasa (20/3). Mereka menyuarakan penolakan terhadap segala bentuk intervensi pihak luar terhadap kebijakan kampus.
Hal itu menyusul maraknya pro-kontra terkait kebijakan kampus yang menonaktifkan salah seorang dosen PNS bercadar. Gabungan organisasi masyarakat kemudian melayangkan surat somasi terkait hal itu dan berencana akan mengerahkan massa ke IAIN Bukittinggi jika pihak kampus tidak mengindahkan surat tersebut.
Ketua Dewan Mahasiswa IAIN Bukittinggi Beni Hari Mulia menyebutkan, selingkup Organisasi Mahasiswa (Ormawa) se-IAIN Bukittinggi, tidak menginginkan adanya intimidasi maupun intervensi terhadap kampus dari pihak luar. Karena tiap lembaga punya aturan.
Selain itu, Beni juga menyayangkan adanya gerakan massa dari berbagai ormas Islam yang melayangkan protes ke kampus tempatnya menimba ilmu itu. “Kami mengecam intimidasi yang akan timbul. Kami dengar ada pengerahan ribuan massa ke kampus. Kami tidak tahu tujuannya apa. Yang jelas kami menolak intervensi,” imbuhnya.
Mahasiswa yang mengenakan jaket almamater hijau itu juga menyebut nama baik kampusnya telah tercemar oleh maraknya pemberitaan media massa. “Poin kedua, kami tidak sepakat adanya opini yang menyatakan kampus memiliki paham sekuler. Ataupun, oknum yang menjelekkan kampus dengan paham radikalisme dan sebagainya,” tutur Beni.
Ditanyakan polemik pro-kontra imbauan tidak menggunakan cadar di lingkungan kampus, Beni juga mengaku sudah menjalin komunikasi dengan pimpinan kampus untuk mendapatkan penjelasan. “Kami mendesak pihak kampus mengkaji ulang larangan cadar, maupun prosedur dalam menerapkan kebijakan. Kami sudah mulai melakukan komunikasi,” pungkasnya.
Wakil Dekan III Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Bukittinggi, Khairudin mengatakan orasi mahasiswa tersebut dilatari oleh adanya somasi yang dilakukan ormas Islam.
”Orasi ini kan bertolak dari adanya somasi beberapa hari yang lalu. Karena mereka peduli tentu kampus berusaha mempelajari. Di situ kampus mengarahkan bagaimana mereka bersikap akan hal itu. Begitu posisi kampus dalam hal ini. Ada yang mengintervensi kampus. Kemarin kan sudah ada pihak yang melayangkan somasi,” katanya.
Dia mempertanyakan, apa yang dikaji ulang. Pasalnya kampus belum melarang bercadar. Tidak ada klausul yang melarang mahasiswa atau dosen bercadar. Cuma yang diatur itu, dalam proses perkuliahan. Karena secara ilmiah, ketika mulut tertutup dan wajah tidak tampak, kan ada namanya kontak wajah atau kontak mata. “Kini itu benar yang tak tampak. Kalau dalam ilmu pengelolaan kelas, ada eyes contact atau kontak mata,” paparnya.
Dikonfirmasi perihal adanya salah satu tuntutan mahasiswa untuk mengkaji ulang Satuan Operasional Prosedur (SOP) kampus dalam melahirkan kebijakan, Khairudin menilai pihaknya sudah sesuai prosedur. “Semua sudah melalui prosedur, atas nama mahasiswa tentu saja mereka belum mengetahui lebih jauh. Ini kan berangkat dari penolakan adanya intervensi,” tuturnya lagi.
Hasil orasi dan tuntutan mahasiswa itu, Khairudin berjanji akan meneruskannya ke pucuk pimpinan kampus. “Yang pasti sampai sekarang, apa yang terjadi akan disikapi. Tentu pimpinan nanti yang akan mengambil sikap. Selaku dosen dan wakil dekan tiga, apa yang disampaikan mahasiswa akan kami laporkan ke pimpinan,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Dr Hayati Fajri salah satu dosen berstatus ASN di IAIN Bukittinggi dinonaktifkan mengajar karena menggunakan cadar atau penutup muka. Hayati menyebut pihak kampus telah melakukan praktik maladministrasi karena kebijakan menonaktifkannya tidak sesuai prosedur.
”Secara prosedural, harusnya kan ada teguran satu, dua dan tiga. Begitu juga harusnya disertai Surat Peringatan (SP) satu, dua dan tiganya. Ini tidak ada, langsung saja disidang,” jelasnya. (cr8)