PADANG, METRO – Sumbar tengah bergejolak dengan data pelaku orientasi sek menyimpang Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT). Data yang ada saat ini berupa angka estimasi risiko tinggi terhadap penyebaran virus HIV, khususnya pasangan lelaki sesama lelaki (LSL), yang dipetakan Komisi Penanggulangan Aids (KPA).
Menurut Ketua Perhimpunan Konselor VCT HIV Sumbar Katherina Welong, estimasi 5 ribu LSL di Sumbar tidak berlebihan, karena hampir sesuai dengan data LSL yang melakukan konseling pada konselor VCT HIV di Sumbar.
”Yang melakukan pemetaan terhadap LSL itu KPA. Estimasinya ada 5.000 kalau kita sinkronkan dengan data yang dikonseling teman-teman konselor di kabupaten/kota, jumlahnya memang mendekati,” ungkapnya, Kamis (11/1).
Menurut Katherina, data memprihatinkan itu patut menjadi perhatian. Apalagi hasil rembuk dari para konselor, ditemukan perubahan paradigma pada pelaku seks menyimpang LSL. Banyak pelaku LSL yang berperan sebagai laki-laki dalam hubungan sek, kini berubah posisi menjadi perempuan.
”Melihat perubahan ini, bisa jadi sedang terjadi pengkaderan LSL. Mereka sedang mencari anak-anak usia sekolah yang mengalami disorientasi seks agar mengisi peran sebagai top atau laki-laki dalam hubungan. Kalau anak-anak di posisi top, mereka tidak akan merasakan sakit. Ini yang meresahkan dan patut dicegah agar anak-anak kita tidak masuk ranah itu,” ulasnya.
Paparan dari Katherina Welong bukan informasi isapan jempol, karena juga diperkuat dengan rekaman hasil wawancara dengan salah seorang pelaku LSL, yang tentu saja dengan identitas yang dirahasiakan.
”Waktu masih SMP sekitar umur 12 dan 13 tahun. Kok rasanya timbul rasa senang lihat cowok. Tapi masih ragu, ini nafsu atau iseng. Semakin lama semakin timbul, lalu waktu kelas 3 SMP aku making (berhubungan seks) dengan cowok yang aku senengin,” begitu isi pengakuan pelaku LSL.
Perilaku menyimpang seksual LSL bukan hal baru ada di dunia pendidikan. Bahkan, Kepala Poliklinik HIV RSUP M Jamil Padang, dr Armen Ahmad, SpPD, KPTI dengan terang benderang membeberkan, hampir di seluruh perguruan tinggi di Sumbar terdapat mahasiswa LSL.
Ketegasan itu dikemukakan karena perilaku seks menyimpang merupakan penyakit yang bisa diidap siapa saja tanpa membedakan kelas sosial atau tingkat pendidikan.
Pada 2016, dr Armen mencatat, ada 82 pasien konselingnya yang terjangkiti virus HIV karena hubungan LSL sejak lama, ketika masih duduk di bangku sekolah atau pendidikan tinggi di Sumatera Barat.
”Ada pasien konseling saya mengaku sudah berhubungan badan dengan 200 laki-laki. Itu dilakukan sejak masih kuliah sampai bekerja. Sekarang dia sudah meninggal,” tuturnya.
Menurut dr Armen, perilaku seks menyimpang bisa menular. Untuk itu perlu pencegahan sejak dini. Orang tua harus memberikan penjelasan terhadap anak-anaknya supaya menjauhi perilaku seks menyimpang.
”Dari kecil anak-anak harus diberi tahu. Caranya bukan dengan menjelaskan definisi LGBT. Namun dengan memberikan pengertian bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain. Kalau sudah SMP baru dijelaskan apa itu LGBT,” ucapnya.
Guna memutus perilaku seks menyimpang yang mulai menjalar, Pemprov Sumbar merencanakan menyusun Peraturan Daerah (Perda). Seluruh elemen dikumpulkan, mulai dari pemangku agama, adat, kesehatan, serta pihakterkait lainnya. Melalui rapat koordinasi yang digelar Kamis (11/1) di Auditorium Gubernuran, Asisten Dua Sekretariat Provinsi Sumbar, Syafruddin mengatakan, disepakati pasal-pasal penertiban LGBT akan masuk dalam revisi Perda maksiat.
”LGBT itu kalau di Minangkabau dan Islam itu dosa maksiat. Kita perlu aturan untuk memberikan sanksinya, mereka (LGBT) ada di depan mata kita. Jejaringnya melalui media sosial. Kita tak boleh diam. Kita bersama DPRD coba mendorong agar cepat direvisi Perda maksiat,” terang Syafruddin.
Sementara itu, Ketua Komisi V DPRD Sumbar, Hidayat juga sepakat agar penyebarluasan LGBT dipangkas. Menurutnya, melalui revisi Perda akan memakan waktu yang lama. Untuk itu, sangat tepat diawali dengan gerakan-gerakan anti LGBT oleh seluruh pihak di Sumbar. ”Kita suarakan bersama-sama. Kita deklarasi anti LGBT,” ucapnya.
Di sisi lain, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumbar, Hendri menegaskan, sebelum ada sanksi hukum, sanksi adat dan sosial harus diberlakukan bagi mereka yang tertangkap tangan berbuat sek menyimpang.
”Yang bisa dibina jangan dibinasakan. Yang bisa kita rangkul kita arahkan melalui konseling untuk sembuh. Tapi yang tertangkap tangan berkali-kali berperilaku menyimpang, kita kucilkan,” tegasnya.
Sebagai bagian dari masyarakat, pengidap LGBT tetap harus mendapat tempat untuk berobat, bukan serta merta dikucilkan. Perilaku sek menyimpang merupakan penyakit, sesulit apapun mereka masih berpeluang disembuhkan. Jika mereka tak diperhatikan dan ditangani, justru menjadi wabah yang diam-diam menjalar, menjadi media lahirnya virus HIV. (l)
Komentar