Airport Emergency Exercise, Airport Contingency Exercise
Suasana di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) hari ini, Selasa (23/5) berbeda dari biasanya. Terlihat begitu mencekam. Terlihat di jalur lintas pesawat (runway) bagian kiri, tampak pesawat dalam keadaan tergelincir keluar jalur.
Suara sirine mobil kebakaran dan mobil ambulance terdengar sahut menyahut. Beberapa petugas terlihat sibuk mengeluarkan penumpang yang terluka. Misi mereka menyelamatkan penumpang yang terjebak dalam pesawat.
Beberapa mobil pemadam kebakaran terlihat sibuk memadamkan api. Penumpang yang berhasil diselamatkan kemudian diangkut dengan mobil ambulance menuju posko penyelamatan, untuk langkah-langkah pertolongan pertama. Dua orang penumpang tewas, 20 luka ringan dan 9 luka berat.
Kejadian tersebut tidak sebenarnya. Tapi sebuah simulasi latihan penyelamatan di bandar udara bertajuk “Airport Emergency Exercise, Airport Contingency Exercise,” Tuah Sakato II 2017 yang dilaksanakan Amgkasa Pura II Cabang BIM.
Latihan Penyelamatan Bandar Udara tersebut melibatkan seluruh jajaran Angkasa Pura II, BUMN dan ratusan petugas dan aparat dari unsure Forkopimda Sumbar dan Forkopimda Kota Padang dan Padangpariaman. Selain simulasi penyelamatan penumpang pesawat yang kecelakaan, juga ditampilkan melalui layar raksasa simulasi pengamanan Bandar udara saat terjadinya kerusuhan di BIM, akibat pesawat delay.
Direktur Keuangan Angkasa Pura II, Andra Y Agussalam mengatakan, latihan penyelamatan dilaksanakan, guna mempersiapkan diri, saat menghadapi kondisi dimana suatu bandar udara beroperasi di luar batas normal, karena adanya sesuatu hal yang memerlukan penanggulangan sesegera mungkin. Kondisi ini disebut kondisi keadaan darurat.
Menurutnya, keberhasilan penanganan kondisi gawat darurat diperlukan suatu perencanaan sistem penanggulangan. Dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan serta untuk mengatasi atau menghindari ketidakmampuan atau keterbatasan manusia. Khususnya, terkait pengetahuan, kemampuan, proses informasi, pemahaman dan beban kerja.
Dalam kondisi gawat darurat yang disebabkan kecelakaan pesawat udara di lingkungan bandar udara, memerlukan sistem penanggulangan yang cepat dan tepat, agar dapat meminimalisir korban, serta memberikan pertolongan kepada korban kecelakaan pesawat udara dan menghindari kerugian besar.
Salah satu syarat utama sebuah bandara udara, adanya unit pertolongan kecelakaan penerbangan pemadam kebakaran (PKP-PK). International Civil Organization (ICAO) dalam dokumen ICAO 9137 AN/898 tentang Airport Service Manual Part 7 Airport Emergency Plan dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 47 Tahun 2002 mensyaratkan setiap dua tahun sekali, bandar udara wajib melaksanakan pelatihan penganggulangan gawat darurat. Tujuannya, untuk menguji alat dan kemampuan personilnya.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang diwakili Kepala Satpol PP dan Pemadam Kebakaran Provinsi Sumbar Zul Aliman mengatakan, latihan penanggulangan keadaan darurat ini tidak hanya latihan untuk penanganan pada kecelakaan pesawat saja. Namun, juga dilakukan simulasi kebakaran gedung dan juga teror bom di bandara. “Kami mengharapkan kesiapan aspek keselamatan dan keamanan penerbangan merupakan prioritas utama yang bersifat mandatory dan wajib dijadikan perhatian ekstra. Karena ini menyangkut keselamatan jiwa manusia,” tegasnya.
Oleh karena itu, melalui pelatihan ini Irwan Prayitno berharap dapat mengetahui tingkat kesiapan. Baik personel maupun alat-alat pendukung. Terlebih BIM menjadi sorotan dunia. Sebagai destinasi pariwisata favorit di mata dunia. “Maka kita harus benar-benar siap dalam mnelayani dan memberikan kenyamanan serta keselamatan penerbangan bagi seluruh pengguna jasa bandara,” harapnya.
GM Angkasa Pura II, Suparlan selaku Panitia Pelaksana Airport Emergency Exercise, Airport Contingency Exercise berharap dengan latihan yang dilaksanakan, jika terjadi kondisi keadaan darurat di Bandar udara semuanya harus siap. “Karena itu latihan dilaksanakan untuk mengukur kesiapan kita, sejauh mana bisa mengatasi keadaan darurat,” terangnya.
Melalui latihan yang dilaksanakan, Suparlan menilai, koordinasi dengan Forkopimda cukup baik. Semuanya saling mengisi. Evaluasi yang dilaksanakan ukurannya adalah kecepatan waktu untuk mengatasi masalah. Kegiatan latihan ini menurutnya, rutin dilaksanakan maksimum dua tahun sekali. (**)
Komentar