PADANG, METRO – Ratusan masyarakat dari Niniak Mamak Forum Pembela Tanah Ulayat (FPTU) dan masyarakat Nagari Kapalohilalang Kecamatan 2×11 Kayu Tanam, Kabupaten Padangpariaman, menuntut hak tanah ulayat mereka. Mengendarai truk, pikap, mobil, masyarakat membawa spanduk dan berdemo di gedung DPRD Sumbar, Senin (8/5) siang.
Aksi unjuk rasa damai dipimpin Ketua KAN Kapalo Hilalang Sy Dt Panduko Sinaro, serta Ketua FPTU Khairul Amri Bagindo Alam. Dalam spanduk yang dibentang itu, mereka menyampaikan tuntutan. Seperti, “Bupati Padangpariaman Pakai Politik Adu Domba”. “Bupati Stop Jangan Sampai Bencana Datang, Tanah Ulayat Harga Mati”.
Kemudian, “Tolong Hargai Hak Masyarakat Hukum Adat di Minangkabau”. “Bupati Bukanlah Raja Bertindak Semena-mena, Kami Siap Mati Demi Tanah Ulayat.” Massa berorasi dan berteriak di muka wakil rakyat. Ketika pertemuan dilakukan dengan anggota dewan, perwakilan dari ninik mamak, dan Ketua KAN Kapalo Hilalang Dt Panduko Sinaro mengatakan, pada tahun 1930 tanah ulayat mereka disewa atau dikontrak di masa penjajahan Belanda.
”Pada tahun 1998 Korem menyerahkan tanah ulayat kembali kepada masyarakat. Tapi, saat ini Bupati Padangpariaman masuk ke tanah ulayat tanpa musyawarah,” kata Dt Panduko Sinaro.
Datuak Panduko Sinaro menambahkan, sebelumnya masyarakat telah melakukan perundingan dengan Pemkab Padangpariaman dan bupati. Namun, hasil pertemuan itu, Pemkab dan bupati malah menyampaikan bahwa tanah ini tanah milik negara, padahal sudah jelas tanah yang dibangun itu adalah tanah ulayat masyarakat.
”Sebanyak 20 nagari mempunyai tanah ulayat tersebut di wilayah kami. Kami meminta hutan yang ada jangan dijadikan pembangunan, yang dampaknya akan menimbulkan bencana yang akan datang di daerah kami. Pada intinya kami atas nama ninik mamak dan masyarakat Nagari Kapolo Hilalang setuju atas pembangunan itu,” ungkapnya.
Datuak Panduko Sinaro menuturkan, saat ini, lumbung air yang selama ini ada di lokasi sekarang telah kering akibat dampak pembangunan yang informasinya pembangunan kampus ISI dan Politeknik. Pihaknya menyatakan atas nama anak nagari, air itu merupakan yang terpenting, sebagai kebutuhan utama. Sejak tahun 1912 sampai saat sekarang memang bukti surat terlulis tidak ada, tapi masyarakat memegang sejarah dan memegang amanah.
”Bukti nyata sejarah, tanah ulayat kami pernah dikontrak dan dipulangkan lagi oleh PT. Purna Karya. Inti dari tuntutan kami, meminta proyek pembangunan di tanah ulayat kami dihentikan. Dan meminta agar membatalkan kembali ke tingkat pusat tentang surat permohonan bupati tahun 2002 yang mengatakan bahwa tanah tersebut tanah negara, karena tanah itu adalah hak kami,” ujarnya.
Ketua Komisi I DPRD Sumbar Achiardi, mengatakan pihaknya telah menerima aspirasi masyarakat ninik mamak Nagari Kapalo Koto. “Lampiran surat yang pernah dikontrak dan dipulangkan PT Purna Karya yang akan kami pedomani dan akan disampaikan ke bupati,” katanya.
”Kami akan lengkapi data dan fakta yang kami pegang saat ini. Kita akan mengadakan pertemuan lebih lanjut apabila surat-surat sudah dilengkapi forum anak nagari. Dalam pertemuan ini, kita sepakat secara bersama bahwa pembangunan maju terus, dan kami berjanji mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan persoalan tanah ulayat,” kata Achiardi.
Selain itu, Achiardi menuturkan. pemerintah akan mengkaji dengan data-data yang ada, dan pihaknya meminta kepada seluruh niniak mamak, untuk menjaga anak kemenakan dan menjaga situasi kondisi dilapangan agar tetap kondusif. (rg)
Komentar