PADANG, METRO – Bisnis prostitusi online terbongkar di Kota Padang. Enam wanita dan empat pria diamankan aparat Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumbar saat akan melakukan transaksi di dalam kamar 412 dan 436 Pangeran Beach Hotel, Minggu (16/4) sekitar pukul 11.00 WIB.
Jual beli wanita yang masih di bawah umur ini dilakukan melalui media sosial WeChat. Selain enam wanita dan empat pria, petugas menemukan barang bukti uang tunai Rp1.694.000, lima bungkus kondom Sutera, dua bungkus kondom Fiesta yang telah dibuka, satu kotak kosong kondom merek Fiesta dan dua unit HP.
Pemeriksaan petugas, dari enam wanita, lima orang ditetapkan sebagai saksi korban, SLV (20) SR, (20), EP (17), DSY (16), DBP (15). Sedangkan satu wanita lainnya yang juga ditemukan di dalam kamar, RPY (20) hanya sebagai saksi.
”Sedangkan dua pria kita tetapkan sebagai mucikari yang menjual dan menjajakan wanita-wanita masih di bawah umur melalui media sosial. Mereka adalah H (28), warga Padangpanjang dan JF (20), warga Kota Padang. Sementara dua pemuda berinisial RO (18), AM (17) masih sebagai saksi saja,” ungkap Kapolda Sumbar Brigjen Pol Fakhrizal melalui Dirreskrimum Kombes Pol Erdi A. Chaniago, Selasa (18/4).
Dua mucikari, H dan JF mengaku, sengaja menggunakan media sosial WeChat agar lebih aman. Mereka memasang tarif short time (ST) Rp800 ribu dan long yime (LT) senilai Rp2,5 juta untuk para anak galehnya itu. Setelah transaksi disepakati, selanjutnya eksekusi dilakukan di hotel yang telah ditentukan.
Agar tak terlacak, transaksi dan hotel yang ditetapkan selalu berpindah-pindah. Para mucukari ini mendapat uang jasa untuk mencarikan pelanggan Rp300 ribu untuk short time dan Rp500 ribu diberikan kepada wanita yang dijual. Bisnis prostitusi online itu sudah dijalankan kedua pemuda ini sejak dua bulan terakhir.
Terbongkarnya prostitusi online itu bermula dari laporan warga terkait maraknya bisnis syahwat melalui media sosial. Tim Subdit IV Ditreskrimum Polda Sumbar, akhirnya berhasil melacak keberadaan para mucikari.
Untuk mengungkap siapa pelaku, petugas segera bertindak melakukan penyelidikan melalui aplikasi yang digunakan sebagai alat transaksi. Dari aplikasi itu polisi mencoba berkomunikasi dengan salah satu muncikari, yaitu tersangka H.
Penyamaran dilakukan polisi dengan meminta si mucikari menyediakan wanita muda belia. “Kita meminta untuk menyediakan empat wanita di bawah umur atau usia sekolah,” ujar Erdi.
Termakan umpan, mucikari menyanggupi permintaan petugas yang menyamar dan sepakat untuk bertemu di hotel berbintang di kawasan Lolong tersebut. Subdit IV Ditereskrimum yang dipimpin AKBP Erlis langsung mendatangi hotel itu, dan langsung melakukan penggerebekan di dua kamar hotel berbintang.
”Dari 10 orang yang diamankan di hotel itu, hanya dua orang ditetapkan sebagai mucikari. Lima orang adalah korban, sedangkan tiga orang lainnya hanya saksi biasa,” sebut Kombes Pol Erdi A. Chaniago didampingi Kabid Humas AKBP Syamsi saat press release di Mapolda Sumbar, Selasa (18/4). Dua mucikari itu terancam dijerat Pasal 76 jo Pasal 88 UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 2 jo 17 UU No 21 tahun 2017 tentang Perdagangan Orang, dengan ancaman di atas lima tahun.
Jual Diri untuk Uang
Dari lima wanita yang dijual, tiga orang masih di bawah umur dan berstatus putus sekolah. Seluruh korban nekat menjual diri untuk mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Para korban mengaku tidak lagi tinggal bersama orangtuanya.
”Untuk memberikan pembinaan kepada kelima korban yang diamankan itu, Subdit IV telah berkoordinasi dengan pihak terkait lain, untuk melakukan pembinaan agar tidak lagi menjadi PSK. Mereka kita serahkan ke Panti Rehabilitas Andam Dewi, Kabupaten Solok. Selain itu mereka juga dites HIV/AIDS,” jelas Kombes Pol Erdi.
Kombes Pol Erdi menuturkan, tidak ditemukan keterlibatan dari pihak hotel dalam prostitusi online. Para pelaku sengaja memilih hotel yang berbeda-beda agar tak terlacak.
”Kami tidak melakukan penyegelan atau memasang garis polisi karena seluruh barang bukti untuk kepentingan penyelidikan telah didapatkan. Namun, kami tetap mengimbau kepada pihak hotel untuk lebih selektif dalam memberikan kamar hotel kepada konsumen,” tegas Erdi.
Sementara itu, salah seorang korban human trafficking, EP (17) kepada wartawan, mengaku memasang tarif short time Rp800 ribu. Jika mucikari yang mencarikan pelanggan, maka ia menerima Rp500 ribu untuk ST dan Rp300 ribu untuk mucikari.
Akan tetapi, apabila ada pelanggan yang bernego, ia juga bersedia menurunkan harga Rp600 ribu, dan Rp100 ribu diberikan kepada mucikari.
”Pembayaran dilakukan setelah saya melayani pelanggan. Kemudian, uangnya dikasih oleh pelanggan kepada saya. Setelah uang diterima, saya akan memberikan imbalan kepada mucikari,” sebut EP.
”Saya terpaksa melakukan ini karena butuh uang untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari,” ungkap EP. Selain itu, EP mengaku nekat menjadi PSK karena diusir oleh orang tua dari rumah. Sehingga selama tidak lagi tinggal di rumah, ia tinggal di hotel secara berpindah-pindah dan untuk membayar hotel dan untuk kebutuhan lainnya. Ia dapatkan dari hasil menjual diri, dan ia mengenal tersangka JF sekitar satu tahun dan mengenal tersangka H, sekitar satu bulan.
”Di kamar hotel ada empat orang, jika ada transaksi, yang lain menunggu di luar kamar. Kamar hotel kami bayar secara patungan. Dan kami memang meminta mucikari mencarikan pelanggan. Untuk mencari pelanggan, mucikari menyebar foto-foto kami di WeChat, dan memang dengan menggunakan media sosial mencari pelanggan jauh lebih gampang,” imbuhnya. (rg)