PADANG, METRO – Teriakan Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar dilafazkan oleh ratusan pengunjuk rasa Aksi Bela Islam Ranah Minang, di sepanjang jalan dari Masjid Agung Nurul Iman, Senin (10/4) ba’da Zuhur.
Dikawal ketat ratusan personel kepolisian berseragam lengkap, massa yang tergabung dalam Forum Masyarakat Minang dan Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (GNPF MUI) itu, dengan tegas menyampaikan penolakan terhadap bisnis maksiat di Ranah Minang, meminta menutup krematorium, serta menolak Siloam atau Padang Landmark.
Massa berjalan dari Masjid Agung Nurul Iman menuju Masjid Muhammadan, di Jalan Pasar Batipuah, Kampung Pondok. Mereka berasal dari Kota Padang, Payakumbuh, Bukitinggi, Agam, Pasaman, Padangpanjang, Solok, Dharmasraya, Kabupaten Solok, dan berbagai daerah lain. Namun, pihak bus atau mobil yang akan mengangkut massa dari Bukittinggi membatalkan keberangkatan.
”Kita sangat menyangkan hal itu, padahal Minggu malam masih sepakat untuk membawa massa. Tapi, Senin pagi, penyedia transport malah membatalkan,” sebut Sekjen GNPF MUI Muhammad Sidik.
Sebelum berorasi, forum yang tergabung dari beberapa ormas Islam ini mendengarkan tausyiah di Masjid Agung Nurul Iman, sekitar pukul 09.30 wib. Setelah shalat Zuhur, sekitar pukul 13.00 WIB, peserta aksi longmarch menuju Masjid Muhammadan.
Awalnya peserta aksi diminta untuk tetap bertahan di Masjid Agung Nurul Iman. Namun, para peserta aksi menolak saran kepolisian dan tetap melakukan longmarch.
Dalam orasinya, Sekjen GNPF MUI Muhammad Sidik, mengatakan Ranah Minang adalah negeri berfalsafah Adat Basandi Sarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Atas dasar itulah, GNPF MUI menuntut semua kafe-kafe yang menjajakan kemaksiatan, mengundang kemurkaan dari Allah ditutup. Termasuk penolakan krematorium dan Padang Landmark karena tidak sesuai dengan adat dan syariah Islam.
”Kami melalukan aksi ini untuk meminta pemerintah menutup kafe, hotel dan tempat hiburan malam berkedok prostitusi, ditutup. Jika tak dilakukan, maka kami sendiri yang akan menutupnya,” kata M Sidik, yang mengklaim ada sekitar 2.500 yang ikut Aksi Bela Islam Ranah Minang 10-04.
Selain itu, keberadaan krematorium sudah membuat umat Islam di Pasagadang, khususnya, banyak yang mengeluh. Untuk Rumah Sakit Siloam atau Padang Landmark, juga terjadi pro kontra. “Unvestasi lain tidak ada masalah, kita terima. Tapi, setiap misi bermuatan aqidah ini dilarang dan inilah yang kita tuntut,” ungkap Sidik.
Di samping itu banyaknya tanah ulayat yang pengelolaannya tidak seperti diharapkan. Hal ini menjadi persoalan di kemudian hari. Untuk itu kepada niniak mamak, tokoh-tokoh Minang untuk bisa berperan.
”Umat Islam akan tetap istiqomah, ikhlas dan sabar dalam membela agama Allah. Setiap waktu berjuang agar nilai Islami di Ranah Minang betul-betul bisa terwujud. Jika tuntutan ini tidak diindahkan, tentunya kami akan melanjutkan dengan aksi yang lebih besar lagi,” tegasnya.
Korlap Aksi Bela Islam Ranah Minang H Anton, mengatakan unjuk rasa dilakukan agar maksiat lenyap di muka bumi, Khususnya di Sumbar. “Kita berdzikir dan berdoa kepada Allah agar maksiat tidak ada lagi di Ranah Minang. Kita juga berterima kasih kepada kepolisian yang telah tanggap dengan melakukan razia-razia di tempat hiburan malam untuk memberantas maksiat,” ujarnya.
Anarkis, arogan dan perbuatan tidak sopan, serta hindari provakasi orang lain. Sementara itu, Kapolresta Padang Kombes Pol Chairul Aziz mengatakan dari awal unjuk rasa aksi bela Islam Ranah Minang hingga aksi unjuk rasa berakhir dan membubarkan diri, pihaknya memberikan pengamanan dengan menurunkan 940 personel dibantu oleh Polda Sumbar dan selama aksi berjalan dengan aman dan tertib.
”Kita berterima kasih kepada para pserta aksi yang melakukan aksi unjuk rasa dengan tertib. Sebenarnya izin longmarch pendemo tidak ada, tapi karena mereka meminta dengan alasan ingin makan di masjid Muhammadan, makanya diizinkan, dan kami kawal hingga selesai,” kata Kombes Pol Chairul Aziz.
Terkait adanya aksi yang lebih besar, Kombes Pol Chairul Aziz menegaskan pihaknya selalu siap mengawal dan memberikan pengamanan. Terkait dengan tuntutan para peserta aksi, semuanya telah ditanggapi oleh pemerintah dan kepolisian. Seperti memberantas maksiat, beberapa hari yang lalu pihaknya sudah melakukan razia di tempat hiburan malam di Kota Padang.
“Wali kota kita buya, gubernur juga buya, tentu kalau ada hal-hal seperti itu kan, maka nomor satu wali kota dan gubernur menindak itu, cabut izinya. Jika ada indikasi praktik maksiat, tentu pemerintah akan mencabut izin tempat hiburan itu. Diharapkan tidak perlu lagi ada aksi-aksi selanjutnya,” kata Charul.
Kepala Biro Operasional (Karoops) Polda Sumbar Kombes Pol Subenedi mengatakan untuk aksi demo bela Islam Ranah Minang ini, Polda Sumbar hanya memback up pengamanan dengan menurunkan sekitar dua kompi dari Brimob, dua kompi Sabhara, dan juga beberpa anggota dari Reskrim dan Intel.
”Untuk pengamanan aksi ini, kekuaran yang diturunkan sekitar 940 personil, yaitu Polresta dan Polda Sumbar. Tapi peran Polda Sumbar hanya memback-up pengamanan aksi. Untuk mengantisiapasi hal-hal yang tidak diinginkan, kita juga stand-by-kan water canon,” pungkasnya. (rg)