PADANG, METRO–Kericuhan terjadi saat razia penertiban sejumlah kafe pada Jumat (24/3) dinihari WIB, di Juliet Pub dan Karaoke. Petugas Satpol PP Kota Padang dan sejumlah wartawan yang ikut dalam razia itu, diancam petugas keamanan atau satpam Juliet.
Manajer dan satpam Juliet Pub dan Karaoke, tidak terima tempatnya diliput oleh wartawan, mengancam para wartawan yang melakukan peliputan razia tersebut dengan menggunakan tongkat bisbol. Satpam mengarahkan tongkat itu kepada wartawan. Tak hanya itu saja, wartawan juga didorong, dibentak dan dihalangi-halangi untuk melakukan peliputan.
Tidak hanya wartawan yang mendapat perlakuan arogansi dari Juliet Pub dan Karaoke. Petugas Pol PP Padang juga mendapat perlakuan sama. Mirisnya, Pol PP wanita dibentak-bentak dengan kata-kata tidak pantas. Sedangkan, praja laki-laki diancam dengan senjata tajam, karena menolak tempat bisnisnya dimasuki penegak peraturan daerah (Perda) Kota Padang ini.
Tidak terima atas arogansi yang dilakukan Juliet Pub dan Music Room, wartawan dan petugas Pol PP melapor ke Polresta Padang untuk menempuh jalur hukum. Para wartawan yang mengalami pengancaman, Randi Pangeran (Trans 7), Andri Syahputra (Rajawali TV), Halbert Chaniago (Klikpositif.com), Heru (Sumbar.com), dan Abel (AnTV).
Di Polresta Padang, kelima wartawan itu membuat laporan polisi dengan nomor LP / 522 / K/ III / 2017 SPKT Unit II Polresta Padang, tanggal 24 Maret 2017, tentang tindak pidana pengacaman serta menghalangi jurnalis meliput menjalankan tugas jurnalistik. Selain itu, personel Satpol PP yang diancam dengan senjata tajam juga membuat laporan polisi dengan LP/521/K/III/2017 -SPKT Unit II, tanggal 24 Maret 2017, dengan laporan pengancaman dengan menggunakan senjata tajam serta menghalangi petugas Satpol PP yang sedang melaksanakan tugas.
Wartawan Trans TV Randi Pangeran menjelaskan, kejadian berawal ketika ia meliput razia yang dilakukan Satpol PP Padang di Juliet. Pada saat itu, petugas Satpol PP lebih dulu masuk, namun ketika para wartawan hendak masuk meliput, langsung dihadang manajer dan dua satpam.
”Saat itu saya dengan rekan-rekan lain mau masuk ke dalam. Manajer dan dua satpam menghadang di pintu masuk. Mereka berkata, ‘Wartawan tidak boleh masuk, sesuai perintah pimpinan’. Lalu, mereka mendorong kami keluar dari pintu,” kata Randi Pangeran.
Randi menambahkan, selain melarang masuk, satpam Juliet Pub awalnya memperbolehkan wartawan masuk ke dalam, tapi dengan syarat tidak membawa kamera. Manajemen Juliet juga meminta surat perintah tugas dari pimpinan media masing-masing.
“Saat itu mereka membentak-bentak dengan nada tinggi. Surat tugas bapak mana dari pimpinan, lalu mereka mendorong keluar. Awak yo sekuriti da, tapi di ateh wak banyak,” ungkap Randi menirukan ucapan pihak Juliet Pub dan Music Room.
Randi menuturkan, saat itu situasi semakin memanas. Seorang satpam membuka lemari yang berada disebelah kanan pintu dan mengambil tongkat bisbol. Setelah mengambil tongkat bisbol, satpam itu mengacung-acungkan ke arah awak media sambil mengancam.
“Merasa tidak senang dengan perlakuan mereka, saya tunjuk orang yang memegang tongkat bisbol, dan berkata, “Iko manga ko.” Kemudian yang memegang tongkat bisbol hendak menghampiri saya, namun dirangkul kawannya dan memasukan kembali tongkat itu kembali ke dalam lemari,” ungkap Randi.
Randi menuturkan, ketika sedang bersitegang dengan petugas Juliet, tiba-tiba saja masuk orang sipil berkepala botak, yang juga melarang wartawan mengambil gambar. Pria berkepala plontos ini membentak-bentak sembari menyebut boleh razia tapi jangan mengambil gambar atau meliput.
“Aden preman, kata orang yang datang secara tiba-tiba itu, sambil menarik Id Card yang saya gantung di dada. Kemudian, satpam dan orang mengaku preman itu memukul sebanyak dua kali tangan kanan yang memegang handycam (kamera tangan). Untung dipegang kuat sehingga tidak terjatuh. Setelah itu, saya pergi dari lokasi karena merasa sangat terancam,” kata Randi.
Hal sama juga dialami Halbert dari Klikpositif.com. Ia mengaku, ketika mendapat kabar jika rekan-rekan wartawan mendapat perlakuan arogan dari Juliet, ia bersama rekan-rekan media lainnya langsung mendatangi lokasi untuk memastikan apa yang telah terjadi.
”Tapi saat saya dengan rekan-rekan wartawan lainnya hendak masuk, malah dilarang dan didorong diusir keluar. Mereka berkata, ‘Alah den larang maambiak gambar, ang ambiak jo,” kata Halbert menirukan ucapan dari pihak Juliet Pub.
4 Wanita Diamankan
Kepala Satpol PP Kota Padang Dian Fakhri, pihaknya sangat menyesali tindakan arogan yang dilakukan pihak Juliet Pub dan Music Room. Pasalnya, tidak hanya wartawan diancam, tapi petugas Pol PP juga mengalami hal sama.
”Saya menyayangkan sekali sikap mereka. Praja wanita dibentak-bentak oleh petugas keamanan. Saya langsung turun tangan. Mereka terlalu arogan, padahal kita menjalankan tugas,” tukas Dian.
Ia menjelaskan, terkait adanya anggota Satpol PP diancam dengan senjata tajam, menurutnya sudah terlalu berlebihan. Sehingga Pol PP mengambil langkah hukum dengan membuat laporan di Polresta Padang.
“Sudah dilaporkan ke Polresta Padang supaya diusut, kita tidak main-main. Petugas sedang bertugas kenapa dihalang-halangi. Saya tidak mengerti kenapa pihak Juliet berbuat seperti itu. Arogan sekali,” ujar Dian.
Menurut Dian, wartawan punya hak memberitakan sesuatu kenapa mesti dihalangi. “Apa sih sebenarnya ketakutannya kalau wartawani masuk, kan tidak ada juga yang disembunyikan, atau memang ada yang disembunyikan di dalam sana,” ungkap Dian.
Meski dilarang, pada Jumat dini hari itu, petugas Pol PP tetap mengamankan beberapa wanita. Bahkan, empat diantaranya masih di bawah umur.
Pernyataan Sikap AJI dan IJTI
Terpisah, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumbar John Nedy Kambang mengatakan, pengurus organisasi wartawan yang ada di Sumbar, yakni IJTI dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang menyampaikan protes keras terhadap pengancaman dan penghalang halangan tugas jurnalistik yang kembali terjadi di Kota Padang.
”Lima jurnalis TV dan online diancam dan diintimidasi oleh manajer Juliet Pub beserta petugas keamanan di tempat hiburan malam tersebut saat ikut razia bersama Pol PP. Kami menyatakan protes keras dan pernyataan sikap,” kata John Nedy.
Berdasarkan kronologi kejadian, dua jurnalis, Randi Pangeran (Trans 7) dan Heru Pratama (sumbar.com) meliput razia lokasi hiburan malam. Karena aktivitas di Juliet sudah lewat izin operasi, Pol PP kembali ke Juliet Pub dan Karaoke di lawasan Pondok.
Di pintu masuk, keduanya dimintai surat tugas dari pimpinan media oleh sekuriti.
Keduanya lalu menunjukkan kartu pers. Namun sekuriti tetap tidak mengizinkan keduanya masuk. Lalu, manajer Juliet membolehkan kedua jurnalis tersebut masuk namun tidak boleh membawa kamera. Keduanya menolak karena tetap ingin meliput dan mengambil gambar. Lalu, seorang sekuriti yang diketahui bernama Andre mengambil tongkat bisbol, namun tidak sempat digunakannya karena berhasil dipegang temannya.
Tak lama, datang seorang yang tidak dikenal (berkepala plontos ) dan menghardik Randi, sambil mengaku preman. “Wartawan ang? Aden preman”, ujarnya sambil berupaya memukul kamera Randi, namun hanya kena tangan kanan. Lalu ia mendorong Randi hingga Randi tersurut beberapa langkah.
Pria tersebut kemudian menarik ID Card Randi yang tergantung di dada, sambil melihat nama dan menanya nama media. Setelah itu, manajer Juliet mengizinkan kedua jurnalis masuk dengan syarat tetap tidak boleh membawa kamera. Setelah kondisi sempat tenang, tiga jurnalis lain, Halbert (klikpositif.com), Abel (AnTV) dan Andri (RTV) datang ke lokasi untuk melihat kondisi rekan mereka. Namun di lokasi, Randi dan Heru sudah pergi bersama Pol PP.
Halbert dan Abel bermaksud menanyakan persoalan itu kepada sekuriti sementara Andri menunggu di parkiran. Keduanya dihadang dan diusir lagi oleh manager dan sekuriti di pintu masuk Juliet. Perbuatan ini merupakan tindak pidana sebagaimana diatur pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Selain melakukan tindak pidana, pelaku juga melanggar pasal 18 ayat (1) UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, yang berbunyi, Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Pasal 4 ayat (3) UU Pers menyebutkan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Di bagian lain, pada Pasal 8 UU Pers disebutkan, dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
Untuk itu, demi terjaminnya penegakan hukum (law enforcement) di tanah air ini, terkait kejadian tersebut, kami IJTI Sumbar dan AJI Padang menyatakan bahwa tindakan yang menghalang-halangi tugas liputan dua jurnalis yang disertai kata kata kasar oleh sekuriti Juliet Pub di Kota Padang, Jumat, 24 Maret 2017 dini hari, merupakan tindak kekerasan secara verbal.
IJTI Sumbar dan AJI Padang mengecam perlakuan sekuriti ini karena telah menghambat jurnalis mencari dan meliput berita dan lebih jauh, tindakan ini mengancam kemerdekaan pers.
Pers yang bebas dan merdeka adalah perwujudan dari bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Karena itu, tindakan-tindakan yang mengancam kemerdekaan pers harus dilawan.
Tindakan pengancaman dan menghalangi peliputan oleh sekuriti dan manajer Juliet Pub dan Karaoke ini telah melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dimana tindakan yang menghalang-halangi dan menghambat pekerjaan jurnalis bisa dikenai pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Meminta kepolisian untuk melakukan proses hukum kepada pelaku dengan menggunakan UU Pers. “Tindak kekerasan dan penghalangan tugas jurnalis ini terus terjadi setiap tahun. Kami meminta semua pihak menghormati profesi jurnalis dan ikut mendukung kemerdekaan pers. Selain itu, kami juga mengimbau kawan-kawan jurnalis untuk menjalankan tugas jurnalistik secara profesional, mematuhi rambu-rambu UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik,” pungkasnya.
Jafier: Tidak Benar
Sementara itu, Jafier, pemilik Juliet Pub saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya baru mendapatkan adanya kejadian itu pagi hari. Setelah itu ia langsung mencari informasi fakta menyoal kejadian dan menanyakan kepada karyawannya. Selain itu, dirinya juga telah mendapat laporan terhadap laporan wartawan yang mengalami dugaan kekerasan itu yang membuat laporan di Polresta Padang.
”Dari informasi para karayawan, benturan itu dengan tamu, bukan dengan karyawan Juliet. Saya periksa semua dan tidak ada karyawan saya yang pakai pisau, itu tamu yang mabuk. Tidak benar ada karyawan saya yang mengancam pakai pisau,” bantah Jafier.
Terpisah, Kapolresta Padang Kombes Pol Chairul Aziz ketika dikonfirmasi menyoal laporan dugaan tindakan kekeran oleh pihak Juliet Pub, mengatakan pihaknya akan memproses secara transparan laporan tersebut, saat ini masih tahap pelaporan dan pihaknya telah menerima laporan dari para wartawan dan satpol PP.
”Melaporkan itu adalah hak dari setiap warga negara. Silakan saja dilaporkan, yang penting ada saksi-saksi dan bukti-bukti yang kuat, pasti akan kita proses berdasarkan prosedur yang berlaku. Silakan kawal proses hukumnya,” kata Chairul Aziz. (rg)
Komentar