AGAM, METRO – Senjata tradisional badia balansa kembali merenggut nyawa tuannya. Sudirman Sutan Mantari (42), tidak akan pernah menyangka, jika badia balansa yang sering dikalungkan di lehernya saat berburu hewan liar di dalam hutan akan berujung petaka. Senin (13/3), ketika warga Jorong VI Parik Panjang, Nagari Lubukbasung, Kabupaten Agam ini berburu, senjata api rakitan itu malah menembak bagian perut Sudirman sendiri.
Tubuh Sudirman ditemukan tergeletak di dalam hutan. Ia sudah tak bernyawa saat ditemukan oleh adiknya, Soprinal di hutan Batu Bukik Masajik atau sekitar 3 kilometer dari rumahnya.
Tetangga korban, Fuadi (55) menyebut, Sudirman berencana pergi berburu bersama teman-teman sejak Senin pagi. Setelah sampai di lokasi, korban memisahkan diri dari rombongan dan memanjat sebatang pohon untuk mengintai hewan buruan. Tidak satu pun akhirnya yang tahu apa dilakukan oleh Sudirman.
”Ternyata hingga malam, korban tidak juga pulang ke rumah. Keluarga pun panik dan cemas. Akhirnya Senin malam itu, pihak keluarga langsung menuju hutan ke tempat korban berburu,” sebut Fuadi.
Setelah dilakukan pencarian, sosok tubuh korban Sudirman ditemukan dengan kondisi mengenaskan. Ada luka tembak di bagian perut hingga rusuk.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Agam Iptu Muhammad Reza, Selasa (14/3) mengatakan, kasus kematian korban murni kelalaian dan kecelakaan individu. Dari keterangan sejumlah saksi, korban pergi berburu babi di daerah Subarang Batang Nareh, Jorong Parikpanjang, Nagari Lubukbasung. Korban memanjat pohon dengan menyandang badia balansa.
”Senjata itu jatuh dari tangannya dan meletus hingga mengenai dada sebelah kiri menembus bahu,” sebut Iptu Reza.
Kemarin, jenazah korban langsung dikebumikan oleh pihak keluarga. Sedangkan, hingga kemarin, polisi belum berhasil menemukan badia balansa yang menyebabkan korban tewas.
Untuk menghindari kasus serupa, Reza mengimbau warga yang hobi berburu untuk tidak lagi menggunakan senjata api. ”Kasus seperti ini sudah sering terjadi. Semoga masyarakat dapat mengambil pelajaran berharga untuk tidak lagi menggunakan senjata api, dampaknya bisa memakan korban jiwa,” harapnya.
Kasus kematian akibat badia balansa ini bukanlah pertama kalinya terjadi. Sudah banyak korban. Terakhir, wali jorong di Kabupaten Agam terkena peluru nyasar dari badia balansa yang menyalak Minggu (5/3) lalu. Yusmar, wali Jorong Bukik Malintang, Nagari Tiku Utara, Kecamatan Tanjung Mutiara, tertembak di bagian dada kiri yang diduga tembus ke organ dalam tubuhnya.
Penembakan terjadi saat anggota peburu sedang mengejar babi yang selama ini merusak tanaman masyarakat. Di tengah riuhnya gonggongan anjing mengejar babi dan bunyi letusan senapan balansa, Yusmar pun berteriak tak kalah keras. Dia roboh bersimbah darah. Para pemburu pun kalebuik dan segera mengevakuasi Yusmar.
Maraknya pemakaian badia balansa ini pun sudah mendapat perhatian dari Kapolda Sumbar AKBP Fakhrizal. Kapolda meminta seluruh kapolres di Sumbar lebih mengawasi pemakaian badia balansa di tengah masyarakat. Senjata laras panjang tradisional ini banyak dipakai petani, namun sangat berbahaya.
”Kita tak bisa pungkiri, jika badia balansa sering dipakai oleh petani untuk berburu. Senjata rakitan ini bisa mematikan jika tepat sasaran. Cukup berbahaya. Jadi untuk itu saya sekali lagi memerintahkan para kapolres untuk melakukan penertiban,” tegas Fakhrizal, beberapa waktu lalu.
Dikatakan Kapolda, petugas sudah berupaya melakukan arahan kepada masyarakat tentang pemakaian badia balansa. Arahan bahwa badia balansa ini cukup berbahaya, tanpa disengaja jika dibawa ke lokasi perburuan banyak orang bisa menimbulkan masalah. (p)
Komentar