PAUH, METRO – Pascaeksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Padang di lahan seluas 7,8 hektare di Jalan Muhammad Hatta, Kelurahan Kapalo Koto, Kecamatan Pauh, Rabu (18/1) lalu, yang sempat ricuh, saat ini hanya menyisakan puing-puing bangunan. Puing yang menandakan ganasnya alat berat merobohkan bangunan yang dihuni masyarakat.
Terlihat di lokasi, eksekusi yang berjumlah empat titik itu, sudah tidak ada lagi bangunan yang berdiri. Bahkan pohon-pohon yang berada di atas tanah itu dirobohkan. Namun, di salah satu titik, terlihat pemilik rumah masih mengevakusi puing-puing bangunan yang sudah dirobohkan untuk digunakan kembali.
Salah seorang warga, Nurhayati (40) mengatakan, sejak dilakukan eksekusi terhadap rumahnya, ia terpaksa menumpang di kediaman orang tuanya. Saat ini ia bersama keluarga masih mengais puing-puing rumah yang masih bisa digunakan dan berusaha mengeluarkan barang-barang seperti pakaian, dan peralatan rumah tangga lainnya. Sejak dieksekusi ia kehilangan mata pencarian.
”Rumah ini sekaligus tempat usaha pengolahan kayu dan usaha menjual material. Saya juga berjualan makanan dan minuman. Akibat eksekusi ini, barang-barang banyak yang rusak, seperti mesin pengolahan kayu, lemari dan perabotan. Bahkan baju banyak yang terhimpit oleh bangunan dan belum bisa dikeluarkan. Saat ini kami hanya bisa mengambil puing-puing yang masih bisa dimanfaatkan,” kata Nurhayati.
Nurhayati mengaku sudah 2,5 tahun tinggal disana, dan sedikit demi sedikit uang yang dikumpul untuk membangun rumah di atas tanah yang sudah dibelinya yang dilengkapi dengan sertifikat serta akta jual beli tanah. Namun, entah bagaimana bisa, tanpa ada pemberitahuan, langsung saja dieksekusi tanpa ada pemberitahuan sebelumnya.
”Waktu tanah ini dibeli, si penjual mengatakan tanah tidak masuk dalam sengketa. Masyarakat juga bilang begitu. Apalagi tanah yang luasnya 211 meter ini juga bersertifikat. Bahkan sebelum dieksekusi, tidak ada yang pernah datang memberi surat pemberitahuan kepada kami. Sehingga pada saat eksekusi barang-barang masih berada di dalam rumah, dan kami tidak diberikan waktu untuk mengeluarkan barang,” ujar Nurhayati.
Nurhayati mengaku mengalami kerugian hingga Rp600 juta. Karena selain bangunan yang telah dirobohkan, di dalam rumah itu banyak peralatan untuk pengolahan kayu, serta barang dagangan berupa kayu sudah jadi dan batako, yang saat ini telah hancur dihantam alat berat.
”Saya merasa ini tidak adil. Padahal tanah saya ini tidak masuk dalam sengketa. Saya akan menuntut kembali kerugian ini, karena saya memiliki sertifikat sah atas kepemilikan tanah ini. Juga disertai akta jual beli tanah. Saya akan kembali menggugat ke pengadilan, untuk memperjuangkan hak saya,” ungkap ibu tiga anak ini.
Seorang warga yang juga tanahnya dieksekusi, Kartini (60) mengatakan untuk langkah ke depan, ia akan tetap memperjuangkan tanah tersebut, dengan menempuh jalur hukum. Karena eksekusi yang dilakukan ini bukan jalan yang benar. Banyak kejanggalan dan ia merasa tidak ada lagi keadilan di Kota Padang, Sumbar.
”Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan kembali menggugat. Ini tidak benar, eksekusi seenaknya saja. Dulunya yang masuk sengketa hanya 6,3 hektare, tapi sekarang dieksekusi 7,8 hektare. Mereka juga tidak tahu batas tanah yang akan dieksekusi. Mengapa yang punya sertifikat juga dieksekusi, ini jelas tidak ada keadilan,” kata Kartini.
Kartini menambahkan, sebelum eksekusi warga juga tidak diberitahukan, dan bahkan ada yang tidak masuk dalam sengketa malah dieksekusi. Sehingga anak-anak mereka tidak bisa sekolah karena pakaian anak tertimpa oleh bangunan yang dirobohkan dengan alat berat, dan bahkan ada salah salah satu warga yang masuk rumah sakit.
”Saat eksekusi kami sudah memerlihatkan bukti kepemilikan tanah, dan memerlihatkan sertifikat kepada mereka. Tapi tetap saja diseksekusi. Selain itu, polisi juga tidak seharusnya menurunkan personel sebanyak itu, padahal kami hanya 30 orang. Kami sudah dianggap sebagai teroris saja,” ujarnya.
Pascaeksekusi tanah tersebut, Kartini mengakui kehilangan tempat mencari nafkahnya. Tanah yang digunakan untuk bertani seperti sawah, ladang, ternak ayam, dan kolam ikan sudah tidak bisa lagi ditempati. Pasalnya si penggugat itu langsung menimbun lokasi.
”Kami sangat dirugikan dengan eksekusi yang dilakukan semena-mena ini. Saat ini, kami akan terus memperjuangkan tanah ini. Saya yakin ini banyak kejanggalan. Masa 1 hari mengukur tanah, si penggugat ini bisa mendapatkan sertifikat. Kami beharap masalah ini cepat diselesaikan,” pungkasnya.
Sebelumnya, eksekusi tanah yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Padang di lahan seluas 7,8 hektar di jalan M Hatta Kapalo Koto, Kecamagan Pauh, Rabu (18/1) lalu. Sebanyak 1.035 personel gabungan, Polri, TNI, dikerahkan untuk melakukan pengamanan.
Lahan yang berada di Kapalo Koto, Kecamatan Pauh itu sebelumnya dalam sengketa sesama Suku Jambak, Maansar Rajo Bungsu yang beralamat di Piaitangah dengan Rusdi Coa (61) warga Kapalo Koto sebagai mamak kepala waris dalam suku Jambak di Kapalo Koto tersebut.
Setelah melalui persidangan, sengketa itu dimenangkan Maansar Rajo Bungsu sebagai penggugat. Karena itu eksekusi bangunan dilakukan berdasarkan surat No. w3.UI/161HK.02/1/2017 bertanggal 13 Januari 2017 menyasar objek perkara no.102/Pdt.Bth/1986PN Padang. (rg)