Oleh: Reviandi
Lima bulan lagi Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif dan Pemilu Presiden (Pilpres) digelar dan partai politik sudah mulai ‘basitungkin’ mendapatkan simpati rakyat. Secara nasional, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) masih menempati urutan pertama partai terkuat saat ini. Setidaknya dari beberapa hasil rilis lembaga survei selama 2023.
Artinya, selama sembilan tahun terakhir, partai berlogo banteng dan identik dengan warna merah kokoh di puncak. Mereka memenangkan Pemilu 2014 dan 2019 dan juga mendudukkan kadernya Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden RI. Dua periode pula Jokowi berkuasa setelah mengalahkan rivalnya Prabowo Subianto dua kali.
Partai yang dikenal dengan ikon ‘moncong putih’ itu memang sedang galau. Ada kegamangan, Pilpres 2024 tak lagi menjadi pemenang karena tak bisa memajukan Jokowi kembali. Aturan Presiden dua periode yang awalnya sempat disenggol, ternyata tak bisa diganggu-gugat. Karena Jokowi sendiri yang menyebut tak mau tambahan periode.
Dua periode saja dia sudah mumet dan akan kembali ke tengah-tengah keluarganya saat lengser 20 Oktober 2024. Jokowi yang sering disebut ‘petugas’ partai juga tak begitu saja mundur dari peradaban politik nasional. Setidaknya saat ini, anaknya Gibran Rakabuming menjadi Wali Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng) dan menantunya Bobby Nasution Wali Kota Medan Sumatra Utara (Sumut).
Terbaru, putra bungsunya Kaesang Pangarep masuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan langsung jadi Ketua Umum. Bro Kaesang malah sempat dikait-kaitkan dengan status Jokowi yang merupakan kader PDIP. Meski akhirnya PDIP sendiri yang menyebut, Kaesang sudah berkeluarga dan tidak lagi tersangkut langsung sebagai keluarga Jokowi seperti yang dimaksud. Awalnya dia dituding mengabaikan aturan AD/ART PDIP nomor 25a. Aturan yang menyebut satu keluarga kader PDIP harus berada dalam satu partai yang sama.
Kegalauan PDIP hari ini adalah soal Pilpres. Meski telah mengumumkan Ganjar sebagai calon Presiden pada 21 April 2023, ternyata perjalanannya tak semulus itu. Malah Ganjar tertinggal oleh pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang telah dideklarasikan Partai NasDem, PKB dan PKS. Sementara PDIP yang bisa tak berkoalisi mengusung calon, malah masih ragu-ragu.
Soal koalisi pun, sepertinya Ganjar dan PDIP masih kalah dengan Prabowo yang telah menyatukan Partai Gerindra, PAN, Golkar dan Partai Demokrat dari partai parlemen. Sementara PDIP hanya menggandeng PPP sebagai partai parlemen terkecil di DPR RI. Dari luar parlemen, ada Hanura dan Perindo yang telah menyatakan dukungan kepada Ganjar. Sementara Gelora dan Garuda telah ke Prabowo. Disebut-sebut PSI yang kini dikuasai anak Jokowi juga merapat ke Prabowo.
Kegalauan PDIP itu coba ditepis dalam Rapat Kerja Nasjonal (Rakernas) IV PDIP yang berlangsung akhir pekan ini. PDIP kembali mempertegas dukungan kepada Ganjar. Meski secara survei, Ganjar banyak ditempatkan di bawah Prabowo Subianto akhir-akhir ini. Bahkan ada kalangan internal partai ini yang sepertinya rela, Ganjar menemani Prabowo saja dulu pada Pilpres 2024. Setelahnya atau 2029, kalau menang pastilah jatah Ganjar dan PDIP. Karena usia Prabowo yang sudah 72 tahun.
Tapi tampaknya duet Prabowo-Ganjar ini malah semakin sulit pasca-Rakernas PDIP. Karena Rakernas telah merekomendasikan pengumuman cawapres Ganjar Pranowo di Pilpres 2024 diserahkan sepenuhnya kepada Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Kewenangan Mega soal pengumuman cawapres masuk dalam sejumlah poin rekomendasi hasil rakernas terkait Pemilu dan Pilpres 2024.
Rekomendasi Rakernas dibacakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di hari terakhir atau penutupan Rakernas, Minggu (1/10/2023). Dengan begitu, Ganjar harus tetap menunggu apa yang akan disampaikan oleh Megawati. Meski Mega sempat juga meminta para kadernya untuk tidak mendengarkan isu duet Prabowo-Ganjar. Dia sempat bertanya kepada para kadernya yang hadir di Rakernas apakah setuju dengan duet tersebut.