Saat itu, BTN mendapatkan penempatan dana pemerintah sebesar Rp 10 triliun untuk disalurkan sebagai kredit. Hasilnya, kata Nixon, ekonomi saat itu berangsur-angsur pulih dan bank-bank dapat mengembalikan dana tersebut ke negara setelah dua tahun.
Dalam konteks saat ini, Nixon menilai tambahan likuiditas Rp 25 triliun sangat membantu BTN untuk mempercepat realisasi atas pipeline kredit yang belum diakadkan. “Demand-nya justru sangat ada di BTN, pipeline (kredit) di kami sebenarnya Rp30 triliun lebih. Dengan adanya tambahan likuiditas ini, masalahnya sudah selesai dan yang sudah ada di pipeline jadinya cepat diberi keputusan agar tidak pindah ke bank lain,” kata Nixon.
Lebih lanjut, BTN juga menilai tambahan likuiditas Rp 25 triliun dapat memberikan dorongan lebih bagi perseroan untuk terus menurunkan biaya dana (cost of fund), terutama setelah Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sejak tahun lalu. Sebagai langkah konkret, Nixon mengungkapkan bahwa BTN telah menurunkan bunga deposito special rate tidak lama setelah tambahan dana segar dari pemerintah diterima perseroan.
“Waktu Jumat (12/9) diputuskan oleh pemerintah, Senin (15/9) kami memutuskan untuk menurunkan bunga special rate deposito 50 bps. Dana Rp 25 triliun membantu BTN menurunkan suku bunga dana mahal dan kami akan memastikan special rate akan terus turun hingga akhir tahun,” ujar dia.
Ujungnya, kata Nixon, langkah tersebut dapat berdampak positif pada profitabilitas BTN yang akan terefleksi pada margin bunga bersih (NIM) perseroan. Tren penurunan biaya dana di BTN belakangan juga telah berkontribusi pada net interest margin (NIM) yang meningkat 139 bps ke level 4,4 persen hingga semester I 2025. (jpg)
















