“Saya harapkan rekan-rekan di jajaran kapolda, kasatker, hingga kapolres membuat akun untuk melayani pengaduan. Sehingga setiap kejadian bisa langsung dijawab oleh akun resmi dan tidak menunggu viral. Karena kalau sudah dua atau tiga hari, keÂcenderungannya akan menjadi viral,” ujar Kapolri.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa Polri ingin memastikan setiap kasus bisa ditangani secepat mungkin, tanpa harus menunggu reaksi publik yang meluas di media sosial. Dengan adanya komunikasi yang lebih terbuka, Polri berharap masyarakat tidak ragu untuk melaporkan kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.
Polri juga telah memiliki unit khusus yang menangani kejahatan terhadap perempuan dan anak, termasuk kekerasan di lingkungan pendidikan. Dalam pertemuan ini, Brigjen Nurul Azizah, yang menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO), turut hadir untuk membahas langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan bersama PBNU.
Selain kekerasan, Alissa Wahid juga menyoroti pentingnya peran Polri dalam menangani radikalisme yang masih menjadi ancaman di masyaÂraÂkat, termasuk di lingkungan pendidikan.
“Radikalisme masih menjadi isu yang perlu diwaspadai karena bertentangan dengan semangat hubbul wathan minal iman yang dipegang oleh NU,” ungkap Alissa.
Kapolri menegaskan bahwa Polri terus berupaya menangkal radikalisme dengan menggandeng berbagai elemen masyarakat, termasuk PBNU. Menurutnya, keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam harus tetap menjadi benteng bagi moderasi beragama, bukan malah menjadi tempat tumbuhnya paham-paham ekstrem.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap lembaga pendidikan, termasuk pesantren, tetap menjadi ruang yang aman dan mendukung nilai-nilai kebangsaan serta keberagaman,” kata Kapolri.
Polri dan PBNU bersepakat bahwa pencegahan harus dilakukan sejak dini, salah satunya dengan memberikan edukasi tentang nilai-nilai Pancasila dan kebangsaan kepada para santri serta siswa di sekolah-sekolah.
Kolaborasi ini diharapkan dapat menjadi model bagi lembaga pendidikan lainnya dalam menciptakan lingÂkungan belajar yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan maupun paham-paham ekstrem yang bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan. (jpg)














