“Reposisi Polri, apakah di bawah Presiden, Kejaksaan, Kemendagri, Kemenhan perlu untuk didiskusikan lebih lanjut. Mengapa? Karena temuan survei ini dapat memberikan petunjuk kepada kita semua bahwa reposisi Polri perlu dilakukan, agar melahirkan Polri yang lebih baik ke depannya,” ujar Sasmito.
Catatan AJI Indonesia, kata Sasmito, ada tiga persoalan serius di tubuh Polri. Pertama, budaya kekerasan atau kultur institusi Polri. Terutama budaya kekerasan terhadap jurnalis atau wartawan serta perusahaan media. Sejumlah kekerasan terhadap jurnalis itu seperti pada liputan demonstrasi dan sejenisnya.
“Perlu ada terobosan dalam melakukan perubahan institusi Polri. Bahwa institusi Polri tidak boleh lagi melakukan tindakan kekerasan terhadap jurnalis dalam melakukan liputan” jelas Sasmito.
Kedua, kata Sasmito, budaya korupsi di institusi Polri, seperti budaya pemerasan yang dilakukan oleh institusi Polri. Aspek penegakan hukum juga masih menjadi persoalan tersendiri di institusi Polri, di mana aspek keadilan hukum belum dirasakan oleh publik.
Ketiga, pada aspek profesionalisme institusi Polri. Belakangan, polisi tidak profesional karena telah menjadi alat politik.
“Kekerasan yang dilakukan oleh Polri tadi, karena Polri masih tetap dipersenjatai. Dengan demikian, rawan terjadi kekerasan yang dilakukan oleh Polisi terhadap warga atau misalkan kita menemukan Polisi tembak Polisi. Hal tersebut perlu didorong agar melahirkan polisi yang memanusiawi,” pungkas Sasmito. (jpg)














