JAKARTA, METRO–Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) jauh lebih berbahaya dan berpotensi memberangus kebebasan pers.
“Kami berkesimpulan bahwa, RUU KUHP yang sekarang jauh lebih berbahaya dan sangat lebih berpotensi untuk memberangus kebebasan pers, kebebasan beraspirasi,” kata Azyumardi saat konferensi pers menyikapi terhadap kebebasan pers di Gedung Dewan Pers Lantai 7, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (15/7).
Dia menambahkan bahwa usulan Dewan Pers terkait RUU KUHP sama sekali tidak dipedulikan. Azyumardi bahkan menambahkan, saat ini malah bertambah beberapa poin dalam RUU KUHP yang dapat membelenggu kebebasan pers. Dia mencontohkan, misalnya terkait larangan menyiarkan hal-hal yang berbau komunisme, marxisme, dan leninisme.
Selanjutnya, terkait larangan menyiarkan berita-berita yang belum teruji kebenarannya. “Jadi, kalau misalnya sebuah pemberitaan itu tidak sesuai dengan kebenaran, tidak sesuai dengan fakta, jurnalis dan medianya bisa kena delik, kena hukum,” kata Azyumardi Azra.
Menurut dia, saat ini ada 12 poin isu-isu yang membelenggu kebebasan pers dan menilai wartawan bisa menjadi objek delik dan kriminalisasi.
Tak hanya itu, dia juga menyoroti terkait larangan mengkritik tanpa adanya solusi yang disampaikan oleh media, serta larangan menyiarkan berita pengadilan tanpa adanya izin dari hakim.
Dia juga menyebutkan hal itu bisa membuat media tidak lagi memainkan peran sebagai kekuatan check and balance dengan pemberitaan terhadap pemerintahan.
“Oleh karena itu, sangat sayang sekali kalau sejauh ini proses RUU KUHP ini tidak melibatkan masyarakat sipil, tidak melibatkan pers. Kami tidak pernah lagi diajak, misalnya membahas RUU KUHP itu, sudah tidak ada lagi,” jelasnya.
Azyumardi berharap pemerintah dan DPR kembali mengkaji RUU KHUP dan mengundang stakeholder atau pemangku kepentingan terkait dalam pembahasan. “Coba diundang, dibahas kembali pasal-pasal kontroversial itu agar diskusikan kembali,” pungkasnya. (mcr8/jpnn)