Oleh: Reviandi
SAAT bakal calon Presiden (Bacapres) PDI Perjuangan Ganjar Pranowo muncul dalam tayangan azan Maghrib di salah stasiun televisi swasta, negeri ini heboh. Ganjar terlihat saat adegan shalat berjamaah. Ia mengenakan kemeja putih dilengkapi peci hitam dan sarung batik. Ganjar juga tampil mempersilahkan jemaah untuk masuk masjid.
Banyak yang menghujat, tapi ada juga yang membela. Saat ini memang, komentar kita tergantung posisi kita. Kalau yang dipersoalkan itu ‘junjungan’ kita, maka komentar akan biasa-biasa saja. Tapi kalau ‘musuh’ segala jurus akan meluncur dengan mulus.
Soal azan yang menampilkan video Ganjar, meski bukan Ganjar yang azan, yang bisa menyatakannya melanggar aturan Pemilu/Pilpres atau bukan pastinya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kalau untuk isi atau kontennya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang paham, karena terkait netralitas dan aturan iklan. KPI sepertinya masih mengulur-ulur waktu membuat keputusan terkait Ganjar.
Bahkan, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyentil KPI, KPU, hingga Bawaslu dalam menyikapi hal itu. Fahri mengatakan tayangan azan di TV merupakan iklan layanan masyarakat. Menurutnya, siaran azan di TV tidak akan menjadi masalah jika bintang iklannya dari kalangan masyarakat biasa atau influencer, bukan tokoh politik seperti Ganjar.
Kata Fahri, kalau sudah masuk tokoh-tokoh politik, apalagi yang sedang akan diduga kuat berkontestan, di situlah muncul masalah. Bahwa ini penggunaan-penggunaan frekuensi dan iklan layanan masyarakat yang seharusnya netral karena ongkosnya dibiayai oleh negara.
Tapi Bawaslu bicara hal yang berbeda. Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menilai bahwa tayangan azan di TV yang menampilkan Ganjar bukanlah kampanye. Ia menjelaskan bahwa kampanye itu ada peserta pemilu atau pihak yang ditunjuk oleh peserta pemilu dan ada pernyataan untuk meyakinkan publik.
“Peserta pemilu tidak? Kemudian untuk meyakinkan, meyakinkannya di mana? Eksplisit kan seharusnya. Ganjar bukanlah peserta pemilu karena belum melakukan pendaftaran sebagai bakal capres. Capres tidak? Bakal capres tidak? Kan belum daftar,” katanya.
Kampanye, lanjut Bagja, apabila seseorang menawarkan visi dan misi, program kerja hingga citra diri. Menurutnya, ketiga hal tersebut harus dipenuhi untuk dapat disebut sebagai kampanye. “Itu tiga hal yang harus dipenuhi untuk membuat kampanye. Itu jelas dalam UU Nomor 7 Tahun 2017,” ujar Bagja.
Sepertinya, Ganjar akan ‘bebas’ dari masalah azan ini. Seperti aman dari masalah komentarnya soal Piala Dunia U-20 yang memasukkan Timnas Israel. Indonesia batal menjadi tuan rumah dan digantikan Argentina. Apalagi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tak setuju jika kemunculan Ganjar di tayangan azan televisi swasta sebagai bentuk politik identitas. “Masa itu politik identitas? Definisinya gimana politik identitas?” kata Yaqut.
Yaqut kemudian mempertanyakan siapa yang menganggap kemunculan Ganjar itu sebagai praktik politik identitas. Menurutnya ini hanya soal sudut pandang. Dia lalu memberikan analogi. Misalnya, jika ia muncul dalam video iklan air mineral, belum tentu ia adalah seorang pedagang produk tersebut. Hal itu sama seperti kasus Ganjar. “Kalau saya tiba-tiba tampil di iklan minuman air mineral misalnya, masak kemudian saya diidentikkan dengan saya ini tukang jualan air, kan enggak,” ucap Yaqut.
Yang terus berkembang hari ini adalah, Ganjar yang selama ini dikenal anti politik identitas, sebagai wajah dari partainya, PDIP dianggap ‘menjilat ludah’ sendiri. Karena dinilai ‘menunggangi’ azan yang merupakan cara memanggil umat untuk shalat wajib dalam agama islam.