Oleh: Reviandi
MESKI daftar calon sementara (DCS) telah diumumkan KPU, tapi daftar itu belum aman dan masih bisa berubah. Apalagi bagi partai-partai yang tidak benar-benar menerapkan aturan 30 persen kuota perempuan, harus merombak susunan Bacalegnya. Kalau tidak, maka akan banyak lelaki yang sengsara, tergeser dari pencalonan.
Diketahui Mahkamah Agung (MA) memutuskan mengabulkan permohonan uji materi terhadap tata cara perhitungan kuota perempuan Selasa, 29 September 2023. MA menilai Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu.
Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 menentukan soal pembulatan ke bawah jika dalam perhitungan kuota caleg terdapat bilangan desimal di bawah 0,5. Hal itu dianggap tak sesuai dengan UU Pemilu yang mengamanatkan kuota caleg perempuan minimal 30 persen di setiap Dapil.
Gugatan uji materi diajukan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang diwakili oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia, eks komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay, dosen hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini, dan eks komisioner Bawaslu RI Wahidah Suaib.
Memang, sejak pembulatan 30 persen itu dilakukan ke atas, banyak partai yang menetapkan calon perempuannya kurang dari batas minimal itu. Seperti di DCS DPRD Sumbar yang terdiri dari 8 daerah pemilihan (Dapil). Dari daftar yang direlis KPU Sumbar dalam Pengumuman Nomor: 30/Pl.01.4-Pu/13/2023 tentang
DCS Anggota DPDR Sumbar dalam Pemilihan Umum Tahun 2024, ada beberapa partai yang tidak sampai 30 persen kuota perempuannya.
Mereka adalah Partai Gerindra yang hanya mendaftarkan 29 persen Caleg perempuan, yaitu 46 laki-laki dan 19 perempuan. Begitu juga dengan Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga mendaftarkan 29 persen Caleg perempuan (46 laki-laki dan 19 perempuan). Satu lagi Partai Kebangkitan Nasional yang tidak mendaftarkan Caleg perempuan, karena hanya mendaftarkan 1 orang Caleg laki-laki atas nama Rudi Harmono dari Dapil Sumbar 1 (Kota Padang).
Apakah PAN dan Gerindra Salah? Tentu tidak, karena ini diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Penghitungan pembulatan ke bawah untuk Caleg perempuan diubah menjadi pembulatan ke atas. Jadi 29 persen dianggap sudah memenuhi kuota 30 persen, namun PKN yang nol persen tidak memenuhi sama sekali.
Banyak desakan agar KPU merevisi peraturan itu. Namun yang pasti, masalah itu terlihat di Dapil yang memiliki kursi 7 dan 8. Rata-rata dengan hanya mendaftarkan dua orang perempuan, maka akan didapatkan 28,5 persen dan 25 persen kuota perempuan. Tapi karena pembulatan ke atas, maka sudah didapatkan angka pembulatan 30 persen dan partai politik dapat dikatakan aman.
Seiring dengan keluarnya Putusan MA No: 41 P/HUM 2023 itu, partai politik mulai ketar-ketir. Mereka sangat menyadari, betapa susahnya mencari Caleg perempuan saat ini. Banyak pengurus parpol yang terpaksa harus membiayai penuh pencalonan seorang perempuan, karena tidak punya kader yang akan diusung dalam Pemilu mendatang.
Satu lagi masalah yang akan timbul adalah, pengurus parpol harus ‘mendepak’ laki-laki yang sudah terdaftar di DCT. Hal ini akan bermasalah bagi partai yang peminatnya banyak, dan umumnya laki-laki. Susahnya mendapatkan perempuan, sama dengan rumitnya memecat seorang Caleg laki-laki. Harus benar-benar dipikirkan masak-masak dulu, siapa yang rasanya tidak akan ‘membahayakan’ partai jika didepak.