Oleh: Reviandi
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 terus menghangat, kalaupun tidak memanas. Apalagi, Minggu (18/6/2023) terjadi pertemuan antara Ketua DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani. Puan tak lain tak bukan adalah anak Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sementara AHY adalah anak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sayang pertemuan ini tidak membuat pembicaraan mengarah kepada Pilpres 2024. Malah semua akan membuka kenangan bagaimana tidak akurnya SBY dengan Megawati. Sejarah panjang antarkedua mantan Presiden itu menjadi topik hangat. Bukan soal Demokrat yang bergabung dengan PDIP dan mengusung pasangan Ganjar Pranowo-AHY.
Banyak imbas andai pasangan ini benar-benar deklarasi dan didaftarkan ke KPU November 2023 mendatang. Yang paling utama adalah berpotensi bubarnya koalisi perubahan yang mengusung Anies Baswedan. Karena koalisi itu beranggotakan Demokrat, NasDem dan PKS. Satu partai keluar, koalisi akan bubar karena kurang persyaratan 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara Pemilu 2019.
Dari pertemuan Puan-AHY, Puan Maharani mengatakan pertemuan sangat menyenangkan. Sembari santap sarapan bubur, mereka bicara soal politik rekonsiliasi untuk negara dan bangsa.
Kata Puan, mereka hanya ngobrol-ngobrol, sekalian bersantap bubur, buburnya enak sekali. Saat itu, Puan juga membuka sambutan konferensi pers Dialog Politik Rekonsiliasi PDIP-Demokrat di Plataran Hutan Kota, Gelora Bung Karno, Jakarta.
Puan mengatakan pertemuan di Gedung Nusantara Plataran itu, dirinya berbicang santai dengan AHY layaknya kakak dan adik. Sehingga itu pula kata Puan, yang membuatnya tak terasa bahwa pertemuan sudah berlangsung lebih dari satu jam. “Satu jam lebih, tidak terasa kalau tidak ingat waktu saya tadinya mau terus ngobrol. Saya banyak sekali yang bisa diomongin, bisa seperti kakak adik,” katanya.
Puan juga menyebutkan bahwa AHY sempat meminta izin padanya untuk diperbolehkan memanggil Puan sebagai kakak. Ia menanggapinya, “Ya, iya dong,” katanya.
Mungkin, salah satu alasan pembicaraan Puan-AHY lebih cair adalah karena sama-sama pernah menjadi anak Presiden. Meski SBY mengalahkan Megawati dalam Pilpres 2004 dan 2009. Dua mantan Presiden itu memang diketahui memiliki hubungan yang tidak baik. Sampai-sampai, keduanya sempat tak saling berjabat tangan selama SBY menjadi Presiden 2004-2014.
Dalam beberapa literasi, perseteruan antara Megawati dengan SBY bisa ditarik jauh hingga insiden Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kuda Tuli). Kala itu, PDI Perjuangan yang masih menyandang nama PDI menjadi target kerusuhan yang dilakukan oleh oknum partai yang berseberangan. Bahkan, kantor DPP PDI sempat menjadi bulan-bulanan massa yang terlibat.
SBY kala itu dituding terlibat dalam insiden tersebut, hingga membuat memori pahit bagi para kader PDI yang akhirnya bertransformasi menjadi PDI Perjuangan. Meski demikian, Megawati yang saat itu menjabat presiden RI pada periode 2001-2004 mengangkat SBY sebagai Menteri Koordiantor Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam).
Sontak, kader PDI P mempertanyakan langkah Megawati tersebut. Jabatan SBY sebagai seorang menteri tak berlangsung lama. Ia akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dan beredar isu bahwa dirinya merasa tak dihargai oleh Megawati.
Perang dingin Megawati dengan SBY terjadi puncaknya pada Pilpres 2004. Keduanya akhirnya berhadapan berebut suara rakyat. SBY mengungguli suara Megawati dan jabaran Presiden diberikan ke tangan politisi Demokrat itu.
Apakah selesai sampai Pilpres 2009? Ternyata tidak, pada 2014 dan 2019 SBY tetap tak mau mendukung Capresnya PDIP, Capresnya Megawati yaitu Joko Widodo (Jokowi). Pilpres 2014 SBY dan Demokrat memilih netral dan berada di luar Jokowi atau Prabowo. Tapi 2019, SBY dan Demokrat memilih mendukung Prabowo-Sandiaga Uno. Sayang, Prabowo kalah dan Demokrat tetap di luar pemerintahan.
Banyak pihak yang menyebut, aksi PDIP merangkul AHY untuk menjegal Anies Baswedan. Sehingga yang terjadi adalah head to head Ganjar melawan Prabowo. Sementara Anies akan gigit jari dan terpaksa mendukung salah satu calon atau tak ikut serta lagi. Anies akan kembali maju dalam Pilgub DKI Jakarta yang akan berlangsung November 2023.
Ada juga yang mengira, hal itu adalah dinamika biasa dari perpolitikan. Di mana saat Mega dan SBY mengambil sikap, koalisi PDIP dan Demokrat tinggal angan-angan. Rekonsiliasi yang disebut-sebut tinggal kenangan. Sementara Ganjar akan merangkul pasangan lain, bukan AHY. Sementara Anies juga memutuskan Cawapresnya bukan AHY. Lalu Demokrat akan bimbang, mau kemana koalisi ini dibawa dan AHY hanya akan membidik posisi menteri saja di pemerintahan berikut.
Kalaupun keajaiban terjadi, Mega-SBY akan rekonsiliasi dan “bergandeng tangan” di Pilpres 2024. Pasangan Ganjar-AHY/Sandiaga/Erick Thohir akan mereka menangkan bersama-sama. Tentunya akan sedikit mengubah peta, apalagi Anies harus bekerja keras mengganti Demokrat, meski kansnya sangat tipis. Sementara Prabowo akan terap menjadi calon Presiden dengan dukungan Gerindra-PKB serta partai-partai lainnya.
Jadi, jangan ragukan semangat rekonsiliasi ini. Dimana dua orang yang sempat berseberangan, akhirnya berangkulan demi satu tujuan: memenangkan Pilpres 2024. Seperti dikatakan Pejuang demokrasi dan politisi dari Myanmar Aung San Suu Kyi, “Perdamaian adalah tujuan ideal yang tak bisa diganggu gugat oleh pemerintahan atau bangsa mana pun, termasuk mereka yang gemar berperang sekalipun.” Maka, berdamailah. (Wartawan Utama)