PADANG, METRO–Ribuan masyarakat Nagari Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumbar, Senin (31/7). Namun, Gubernur Sumatra Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah belum bisa menemui massa yang sudah melakukan aksi selama dua hari.
Hingga sore, di tengah guyuran hujan deras, massa masih terus bertahan. Bahkan, teriakan demi teriakan dilontarkan oleh orator yang memandu aksi demo tersebut. Mereka meminta agar Gubernur dapat menemui mereka untuk mendengarkan permintaan yang akan di sampaikan oleh masyarakat.
Demo kali ini masih diikuti ribuan warga yang terdiri dari laki-laki dan perempuan hingga anak-anak. Mereka menyuarakan permintaan membebaskan lahan mereka dari skema hutan tanaman rakyat yang dinilai merugikan mereka. Selain itu para pendemo juga meminta dua warga mereka yang ditahan polisi dibebaskan.
Sebagian warga tampak mengenakan jas hujan, sementara yang lainnya tetap bertahan meski berbasah-basahan. Hujan yang semakin deras tak membuat warga surut. Terpal plastik dibentangkan agar sebagian warga bisa berteduh.
“Pantang pulang sebelum menang,” ucap seorang orator dari BEM Sumatera Barat yang ikut mengawal unjuk rasa warga ini.
Salah satu warga Air Bangis, Tia (30) mengatakan aksi demo itu hanya untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada Gubernur Sumbar Mahyeldi. Ia mau Gubernur menemui langsung para warga agar warga tidak perlu berlama-lama dan menyudahi aksi demo secepatnya.
“Apa perlu kami berminggu-minggu di sini. Kami cuma ingin menyampaikan aspirasi kami ke Bapak Gubernur. Kami ingin Bapak Gubernur menemui kami,” katanya.
Kordinator lapangan aksi damai masyarakat Air Bangis, Haris Ritonga (36) mengatakan, permasalahan di nagarinya sudah berlangsung lama. Ia bersama sekitar 4.000 jiwa lainnya tinggal di hutan kawasan secara turun-temurun sejak 1970-an. Namun tiba-tiba saja, pada tahun 2016, muncul Program Hak Tanaman Rakyat (HTR) di perkebunan mereka tersebut.
“Sejak itu, muncul masalah bertubi-tubi, puncaknya kemarin, masyarakat yang sedang panen ditangkap. Coba bapak bayangkan kami sudah puluhan tahun hidup di sana, hutan belantara dengan kayu-kayu yang besar kami buka untuk menanami kebun. Lalu kenapa disaat sudah berhasil itu semua dijadikan HTR,” ungkap Haris.